[#30DWC: DAY 19] Ineffable


#30DaysWritingChallenge
DAY 19 - Ineffable
by hvnlysprng

write a story that begins at your favorite restaurant




Eve pasti pernah jatuh cinta.

Terlepas dari image sang pemuda yang terkesan seperti sosok kakak idaman, Sou sadar Eve adalah manusia biasa yang tidak sempurna, sering melakukan kesalahan, dan bisa sembarangan menaruh hati. Kakaknya itu memang tidak pernah mengumbar apapun yang menyangkut kisah percintaan, tapi Sou membayangkan skenario asmara Eve barangkali mirip seperti di film La La Land (iya, Sou kebanyakan menonton film).

Sou membayangkan latar restoran yang buka sampai lewat tengah malam, lantunan musik jazz sebagai pendukung suasana, dan seorang perempuan yang duduk sendirian dengan wajah tenang.

“Kau mau maguro atau tono?”

Ah, persis seperti ini!

“Hmm … terserah Kak Eve saja.” Sou mengulum senyum tipis. Kepalanya sedang sibuk memikirkan situasi seru menyangkut lelaki di hadapannya ini—Eve. Tidak ada waktu untuk memilih makan maguro atau tono (lagipula keduanya sama-sama enak!).

Jemari Eve memencet tombol untuk memanggil pelayan, yang kemudian tiba dengan ekspresi ramah dan dua gelas air mineral dingin. Mereka memang sudah sering makan malam di restoran ini, barangkali para pelayannya sampai hapal. Setelah memerhatikan pelayan itu pergi, atensi Sou diedarkan ke seluruh penjuru restoran sushi tersebut. Hari ini ramai sekali, susah mencari cewek cantik di keramaian. 

“Tidak baik jelalatan begitu.”

Sou menoleh, mendapati Eve tengah menatapnya prihatin. Pemuda itu tertawa sebentar. “Aku cuma penasaran,” ujar Sou, lantas mengundang naiknya sebelah alis Eve. “Tipe cewek idamannya Kak Eve itu bagaimana, sih?”

Dari perubahan ekspresi Eve, Sou menganggap pertanyaannya memang terlalu out of the blue. Namun justru itulah yang menghasilkan respon terbaik dari kakaknya. Orang bilang, manusia kesulitan berbohong jika diserang keterkejutan.

Rahang Eve kelihatan mengeras. ”Aku—ugh, tidak punya tipe ideal.” Suaranya terdengar dipaksakan. Sou nyengir lebar.

Menurut opini pribadi Sou, sang kakak agaknya menyukai tipe perempuan yang tidak jauh berbeda dengan dirinya sendiri. Perempuan yang tenang, mandiri, berpendirian, dan yang paling penting adalah sama-sama menyukai musik. Meski tak menutup kemungkinan Eve bakal menyukai bagaimanapun jenis perempuan yang menarik perhatiannya, setidaknya tipe idealnya tak akan jauh-jauh dari sana.

“Kalau memang tidak punya tipe ideal,” lanjut Sou seraya bertopang dagu, “kenapa sampai sekarang belum punya pacar?”

Eve kelihatannya tersinggung, dan bukannya Sou merasa marahnya Eve itu tidak menyeramkan, akan tetapi menggoda kakaknya begini adalah hal yang mengasyikkan juga. “Kenapa, sih? Saat pulang ke Tokushima kemarin ibu juga menanyakan hal yang sama.”

Berkedip beberapa kali, Sou menjawab, “Oh, ya? Jangan-jangan ibu menyuruh Kak Eve cepat menikah, ya?”

“Tidak tahu.” Terdengar helaan napas manusia yang lelah dengan kehidupan. “Lagipula aku pernah punya pacar kok. Dan itu bukan hal yang sebegitu menyenangkan.”

“Pacar yang waktu SMA dulu?”

“Bukan. Pacar dari tempat kerja.”

Sou sama sekali tak tahu siapa yang tengah dibicarakan Eve—pacar yang mana? Tempat kerja yang mana? Pemuda tersebut bekerja sambilan di berbagai tempat sejak dulu, sebelum akhirnya fokus pada karir menyanyi dan toko pakaian. Entah lingkungan mana yang dimaksud, yang jelas bila ditilik dari ucapannya tadi, agaknya hubungan itu tidak berakhir dengan baik.

“Kak Eve sudah dua puluh empat tahun.”

“Dua puluh tiga.”

Sushi pesanan mereka tiba, terpaksa menginterupsi obrolan kakak-beradik tersebut. Kelihatannya Eve ngambek. Memang diingatkan soal umur beserta kewajiban-kewajiban yang belum terpenuhi itu menyebalkan, Sou jadi merasa sedikit bersalah.

“Aku tidak masalah kalau Sou-chan punya pacar. Lalu kau lebih suka makan sushi bersama pacarmu, daripada bersama kakakmu.”

“Eh—?”

Eve meletakkan sumpitnya. “Banyak hal yang harus dikorbankan untuk meraih sesuatu. Mungkin aku memang payah dalam hal percintaan, tapi aku sadar kalau hal itu juga bukan prioritas dalam hidup. Jadi, yah—tidak apa-apa? Bukannya aku melarangmu atau menyuruhmu agar melakukan segalanya sepertiku, hanya saja kuharap kau bisa belajar sesuatu dariku juga.”

Sou bergeming. Berbicara dengan Eve selalu memberinya variasi gejolak perasaan. Terkadang kakaknya bisa melucu (meski leluconnya seringkali payah), terkadang mereka sependapat dalam banyak hal, dan terkadang juga seperti ini—memberi wejangan ala orang dewasa.

“Sou-chan?”

Ada sebuah senyuman. Ada sebuah kalimat yang tak bisa terucapkan oleh suara Sou, maka tergantikan oleh kehangatan di kerling mata, seulas senyum, dan jawaban sesimpel, “Iya, Kak Eve.”




a/n
Sejatinya aku merasa kalau Eve-san itu tipikal orang yang enjoy aja buat jatuh cinta. Kalau aku dengerin lagu-lagu bertema romansa bikinan dia, liriknya tuh manis-manis relatable gitu:( Aku jadi punya teori kalau dia ini agak mirip sama aku haha. Kita berdua sama-sama jatuh cinta buat mendapat inspirasi.
Menurutku Eve-san deserves kisah cinta yang diawali lagu Someone in The Crowd, sampai di lagu semanis City of Stars. Tapi realitanya mungkin dia udah sejak dulu mengalami yang seperti di lagu Another Day of Sun:")

Comments