[#30DWC: DAY 16] Sputnik Planum
#30DaysWritingChallenge
DAY 16 - Sputnik Planum
by hvnlysprng
write story set in outer space
∞
Pluto punya kepedihan yang tersebar di gradasi warna kontrasnya—hitam arang, jingga gelap, dan putih.
Sebagai bintang biru yang egois dan selalu memikirkan dirinya sendiri, Regulus tak punya alasan untuk menaruh simpati pada Pluto. Bahkan ia tak mungkin menyadari kalau gunung berapi di Pluto memuntahkan es, kalau 98 persen permukaan Pluto terdiri dari es nitrogen dengan jejak-jejak metana dan karbon monoksida, lalu ada sebuah hati raksasa yang berdetak tepat kutub selatan—seandainya Alrisha tidak muncul untuk menjabarkan segalanya.
Regulus selalu bertanya-tanya dari mana datangnya kepedulian Alrisha pada Pluto. Bintang itu seolah tak mengenal lelah, melesat dari barat ke timur dan sebaliknya, menyuarakan hal yang sama soal Hak Asasi Pluto.
“Kau tahu kenapa Pluto punya hati?”
“Kita semua punya hati, Alrisha.”
Alrisha menggeleng. “Pluto berbeda, Regulus. Hatinya bisa terlihat jelas oleh setiap pasang mata. Hati itu ia dapatkan dari tumbukan asteroid bertubi-tubi, bisa bayangkan bagaimana sakitnya?”
Tidak bisa. Regulus tak pernah bertabrakan dengan asteroid manapun. Ia dan Pluto adalah objek yang sama sekali berbeda.
“Kita hidup sepanjang ini, merasakan pedihnya hati yang sakit setelah sekian lama menyimpan hati itu. Sementara Pluto harus merasakan sakit yang sama untuk memiliki sebuah hati.”
Suara Alrisha menusuk rungu Regulus, mengalirkan hitam pekat kosmos ke dalam dadanya. Ia tak pernah tahu dari mana asalnya sebuah simpati—apakah rasanya seperti ini? Seperti tumpahnya kehampaan tanpa atmoesfer yang merasuk perlahan pada jiwa?
Regulus tak mengerti. Ia hanya tahu bahwa Alrisha mungkin jatuh cinta pada Pluto.
Comments
Post a Comment