[#30DWC: DAY 10] Sate


#30DaysWritingChallenge
DAY 10 - Sate
by hvnlysprng

write about something that happened when you were a child



Saat masih kecil, saya dan Mas sering makan di warung sate bersama Kakek.

Tak banyak yang saya ingat dari kunjungan-kunjungan makan siang itu. Barangkali karena Kakek memang sering mengajak saya jalan-jalan, meski beliau lebih sering mengajak Mas. Yang saya yakini adalah, kecintaan saya pada sate pastinya berawal dari sana.

Warung itu sedikit jauh dari rumah, berada di seberang timur pasar. Orang biasanya berjualan sate menjelang Maghrib, tapi warung ini sudah buka sejak pagi. Saya seolah hendak diberitahu kalau sate itu tidak perlu dimakan hanya saat malam hari, bahkan untuk sarapan pun tetap enak.

Bila ada kesempatan, saya ingin sekali bertanya kapan warung itu pertama kali didirikan. Interiornya sangat khas, berdinding keramik kotak-kotak dengan meja dan kursi kayu. Sebelum masuk sekolah dasar saya sering ke sana dan lima belas tahun kemudian tidak banyak yang berubah―sepengetahuan ingatan saya, sih. Mungkin jika pemiliknya salah memasang kalender 2006 di dindingnya saya bisa lupa ini tahun berapa.

“Mbak, sate ayam satu porsi, ya.” Saya berujar ramah pada perempuan muda yang berdiri di balik jendela menuju dapur. Perempuan itu masih muda, hanya beberapa tahun lebih tua dari saya. Barangkali anak dari pemilik warung atau memang pekerja biasa.

Terdengar obrolan dalam bahasa Jawa antara perempuan itu dengan pria yang hendak keluar melalui pintu belakang. Ketika atensinya dikembalikan pada saya, ia berujar, “Maaf, Mbak. Tinggal sate kambing aja.”

Saya terdiam sebentar, kelihatan seperti menimang-nimang keputusan meski sebenarnya saya hanya mengheningkan cipta atas gugurnya keinginan saya makan sate ayam hari ini. Setelah menggeleng sambil mengucapkan terima kasih, saya berjalan keluar dan berhenti tepat di tepi trotoar.

Gerimis baru saja reda, kendaraan berlalu-lalang membasahi aspal dengan ban-ban kotor. Beberapa pengendara motor masih setia mengenakan jas hujan mereka. Sebuah mobil jingga melaju di hadapan saya dengan pembersih kaca yang bergerak statis. Mobil itu mirip kepunyaan ibu saya. Memikirkan ibu membuat saya teringat cerita beliau bahwa warung yang tengah saya punggungi ini dahulu hanya menjual sate kambing.

Oh, saya tak pernah suka sate kambing.

Comments