Time Falls Around Like Angel's Wings
Saya yang waktu itu gemar mengajukan pertanyaan-pertanyaan remeh, lantas mencecar ibu sebab sayap itu legam seperti kolong tempat tidur kami di malam hari, alih-alih berwarna putih layaknya kisah-kisah dalam kitab suci serta lembaran di mana mereka tertulis. “Kamu tak suka gelap?” Ibu balik menanyai saya, yang mana saya jawab dengan gelengan. Pikir saya; mengapa harus ada gelap? Bila malaikat saja terwujud dari cahaya, bila manusia bangun bersama matahari lalu tertidur ketika bumi tersisa bayang-bayang belaka—untuk apa?
“Kelam dan benderang itu dua hal yang serupa.”
Ibu bilang, demikian yang diberitahukan malaikat bersayap hitam di komidi putar. Bulu-bulu kepaknya rontok meninggalkan jejak melingkar, jatuh di titik yang sama seiring melodi orchestrion terdengar berulang-ulang, lampu berkedip-kedip serta kuda berekor rambut palsu terus bergerak naik-turun. Katanya, Tuhan tak mungkin ciptakan kelam seorang diri tanpa benderang, pun sebaliknya; bahwa bintang-bintang mustahil nampak tanpa kehadiran langit malam.
“They are the same thing, really.” Sepasang mata ibu berkilat-kilat dan saya tangkap refleksi pelita komidi putar di dalam sana. “Sisanya hanya terpulang padamu, di mana kamu berdiri dan dari mana kamu melihat keduanya.”
“Lantas, bagaimana ibu bisa yakin sosok itu seorang malaikat?”
Dari segaris senyum yang terpatri di bibir ibu, terbayang oleh saya telah berapa lama waktu terlewat sejak ibu pertama kali melihat malaikat di komidi putar. Barangkali bertahun-tahun, beberapa dekade, atau bahkan sejauh jarak antara kami dan planet paling luar milik tata surya. Saya bayangkan ibu serupa gadis muda berpakaian manis menggenggam balon merah muda, ia bergeming seorang diri di antara kerumunan pasar malam menghadap kuda-kuda artifisial yang berputar searah jarum jam.
Lihatlah di mana sepasang tungkaimu mencumbu bumi, Beliau—sang malaikat akan berucap. Dan ibu akan menyungkur pada sepatu hitam yang mengilap selepas dibawa ke tukang semir. Lalu ibu akan mendongak, disambut embusan angin yang menerbangkan rontok sayap sang malaikat. Mereka terbang di angkasa yang tak kalah kelamnya, menolak untuk jatuh sehingga terus melayang-layang di udara. Ibu bilang, komidi putar itu tak pernah berhenti meski sang malaikat sudah pergi jauh-jauh hari.
untuk bangtan.
Comments
Post a Comment