Kalau Kita Pulang

 Kalau kita pulang, maukah kamu saya ajak hujan-hujanan?

Kalau kita pulang, saya tak akan biarkan jendela terbuka terlalu lebar. Nanti ada lebah masuk tanpa diundang, atau mungkin seekor kadal, atau lalat-lalat yang senang beterbangan mengelilingi meja makan. Dulu kamu sering peringatkan, namun saya abai sebab terlanjur jatuh cinta pada pagi ketika saya bangun terlalu awal, ketika udara subuh merengkuh lantas mengajak saya berkelana sampai lupa ke mana jalan yang mengarah ke rumah. Ketika kamu pergi, tak ada yang sudi menutup jendelarumah itu dipenuhi lebah dan kadal dan lalat dan makhluk-makhluk tak diundang, mereka menghabiskan kue di meja yang kamu tinggalkan sebab kamu tak pernah suka makanan yang gulanya kebanyakan.

“Halo, siapa yang kamu cari?” Hantu di sudut ruangan menyapa saat saya pertama kali kembali, mereka suka sekali meringkuk di atas lemari. Saya tanyakan padanya apakah kamu pernah mampir ke mari. Ia bilang, ia tak kenal seorang ‘kamu’ dan saya lah manusia pertama yang dilihatnya sejak ia mati.

“Memangnya di mana kamu mati?”

“Di sini.”

Sore itu, hujan tiba-tiba turun lalu saya beranikan diri untuk mengetik nomor teleponmu. Air menghujam atap yang aus, butir-butirnya jatuh seirama bunyi panggilan yang tak kunjung terputus. Dalam hati, saya siapkan kalimat-kalimat yang berebutan menyambutmu lebih dahulu. Apa kabar? Tahukah kamu, tirai mahal yang kamu beli di Abu Dhabi tak lagi tampak secantik waktu ituwaktu kamu tarik saya ke balik sana dengan mata terpejam, lalu kamu biarkan saya cicipi sepotong labiummu di bawah temaram rembulan. Saya ingin ceritakan padamu macam-macam, tentang sarang lebah di kolong tempat tidur dan telur kadal yang berjajar di pintu kulkas, tak perlu takut pada hantu di taman karena saya pastikan mereka bersedia diajak berteman.

Saya hendak bilang, kamu memang benarbaik soal larangan membuka jendela terlalu lebar maupun pembicaraan kita tempo hari mengenai sihir abadi. Sudah begitu lama kala akhirnya saya menyadari, kamu memang benar dan selalu benar, saya hanya terlalu tuli untuk mendengar.

Telepon tersambung dan jantung ini berdebar selagi saya membuka mulut dengan gemetar; halo, mari kita pulang, saya akan jemput kamu meski di luar sedang hujan.

Comments

  1. Wtf. Paragraf kedua dan ketiga beserta dialognya adalah favorit gue (╥﹏╥) this is not fair how dare you wrote a story so beautiful

    ReplyDelete

Post a Comment