[#30DWC: DAY 6] Execution


#30DaysWritingChallenge
DAY 6 - Execution
by hvnlysprng

write a fictional story about your favorite historical figure



Malam tak pernah semencekam ini―bahkan di tengah perang saudara tanpa akhir sekalipun. Gelap tak pernah membuat Anthony segemetar ini. Ia ditelan rasa takut memikirkan hari esok. Memikirkan nasib insan lain yang bergantung padanya. Memikirkan nasib dirinya sendiri, yang seharusnya sepenuhnya berada di tangan Tuhan.

Seseorang jelas sedang berusaha mencampuri urusan Tuhan, mengotori kesucian takdir hanya demi mengundang ajal lebih cepat dari seharusnya.

“Kurasa kita akan mati di sini.”

Ucapan itu mengundang kegetiran dalam manik obsidian Anthony. Ia memandang Richard―keponakannya itu baru berumur 26 tahun, terlalu muda untuk mengakhiri hidup dengan cara sekotor ini.

Kendati tak ada kalimat yang bisa terucap dari bibir lelaki itu. Terhitung satu minggu setelah mereka mulai mendiami ruang-ruang berdinding batu yang pengap di Pontefract Castle. Sudah terlambat untuk berharap keadaan akan membaik, di sisi lain pun masih belum saatnya untuk menyerah.

Lantas minggu-minggu selanjutnya berlalu dengan kegelisahan yang sama. Semakin lama semakin membesar, tak lain berkat gertakan para pengkhianat yang dahulu bersikap loyal pada saudara ipar Anthony―Raja Edward IV. Kini mereka justru berpaling pada adik mendiang raja, Richard Duke of Gloucester, hanya karena Edward V yang seharusnya menjadi penerus masih berusia 12 tahun.

Anthony ingin lari. Ia ingin kabur dari penjara bawah tanah ini, pergi menemui adik kesayangannya dan memperingatkan bahwa Duke of Gloucester tengah merencanakan kudeta. Namun, sebesar apapun ia berharap, takdir selalu berkata lain. London berada dua hari perjalanan jauhnya sementara ia tak pernah mendengar kabar apapun dari Elizabeth.

Tiga bulan yang panjang terlewat begitu saja. Tak ada sinar matahari yang menyentuh kulit selagi hari-hari suram berlangsung disertai perlakuan kasar. Anthony tak pernah lagi bertatap muka dengan Duke of Gloucster semenjak bajingan itu menangkap lalu memenjarakan ia dan Richard di sini. Ia bersumpah akan mencongkel kedua mata lelaki itu suatu saat nanti.

Akan tetapi semesta menolak untuk berpihak padanya.

Malam itu, 24 Juni 1483 dalam kalender Masehi, perkataan Richard mulai terasa sangat jelas. Seolah ada yang mengetuk pintu Anthony seraya berkata, “Aku adalah Malaikat Maut. Aku akan datang padamu lagi lebih cepat dari apa yang kau pikirkan.”

Anthony ketakutan.

Dalam benaknya ada Elizabeth, adiknya yang harus menanggung semua beban di pundaknya sendirian. Ada dua keponakan yang seharusnya ia lindungi, Edward sebagai pemegang takhta selanjutnya dan si kecil Richard yang malang. Dan di ruangan sebelah ada keponakannya yang lain, ia tak pantas mendekam di penjara atas perintah paman tirinya sendiri. Ia sepantasnya menikmati hari cerah di masa depan, bukan mati muda di bawah guillotine.

Ini semua kesalahan Anthony.

Seandainya ia tak mengabaikan dugaan akan akhir yang kejam seperti ini. Seandainya ia lebih keras melarang Elizabeth menikahi Edward sebelum lelaki itu memenangkan pertempuran atas nama York dan dinobatkan menjadi raja. Seandainya ia bisa lari dan menyelamatkan segala yang ia sayangi. Seandainya Anthony tahu.

Namun Anthony hanya bisa merenung, membiarkan keresahan menenggelamkannya dalam pekat malam. Hal terakhir yang dapat dilakukannya adalah menulis. Menulis surat wasiat, catatan akhir, omong-kosong soal kehidupan yang nyaris berakhir―meski ia tahu betul tak akan ada gunanya karena para pengkhianat itu akan memusnahkan semuanya.

Ketika subuh tiba bersama pucuk kepala matahari, Anthony mendengar pintunya diketuk dari luar. Kali ini benar-benar nyata. Ia mulai mempertanyakan seperti apa tajam pisau guillotine menembus lehernya.


[1] Anthony Woodville, 2nd Earl Rivers, Knight of the Garter, was an English nobleman, courtier, bibliophile and writer. He was the brother of Queen Elizabeth Woodville who married King Edward IV. He was one of the leading members of the Woodville family, which came to prominence during the reign of King Edward IV.
[2] When the king died suddenly in 1483, Anthony Woodville was ordered by her sister to bring the Prince of Wales (King Edward V), straight back to London under an armed guard. They were intercepted by Richard, DUke of Gloucester (later King Richard III), who arrested the Earl, along with his nephew Sir Richard Grey, the young king's half-brother. Both men were imprisoned and then beheaded at Pontefract Castle on 25 June 1483 as part of the duke's path toward kingship (as Richard III).

Comments