BTS Fanfiction - Vector of Fate (Part 9)


9


Kening Rahee mengerut saat matanya melihat seekor kucing hitam berdiri di depan pagar rumahnya, menghalangi proses membuka pagar yang seharusnya segera dia lakukan karena dikejar waktu.


Pertanda buruk? Rahee segera mengenyahkan pikiran itu karena hanya orang bodoh yang percaya mitos semacam ‘semanggi berdaun empat membawa keberuntungan’ atau ‘kucing hitam membawa kesialan’. Setelah menahan diri untuk tidak menendang hewan tersebut, dengan sabar dia mengusirnya agar dirinya bisa membuka pagar.

Tidak butuh waktu lama sampai si kucing melompat menjauhi pagar, namun kalung yang terlilit di leher kecilnya menarik perhatian Rahee. Setahunya tidak ada tetangga yang memelihara kucing hitam.

Sambil berjongkok disamping kucing itu, Rahee memperhatikan liontin yang terpasang di kalungnya. Ditulis dengan huruf kapital, ‘KUKI’, sepertinya adalah nama yang diberikan sang pemilik untuknya. Yah, nama yang terdengar aneh bagi Rahee.

“Nama macam apa ini? Kuki?”

“KUKI!!!”

Terdengar suara cempreng yang meneriakkan nama kucing itu. Saat Rahee menoleh, seseorang kini berlari kesetanan ke arahnya, terlihat seperti massa yang sedang ikut tawuran. Mungkin Rahee sudah akan kabur dari sana kalau orang tersebut membawa pisau atau benda berbahaya lainnya, dan kalau dia bukan Park Jimin.

“Aku mencarimu kemana-mana!” Jimin membawa ‘Kuki’ ke dalam pelukannya dengan mata berkaca-kaca, Rahee merasa seperti sedang menonton film tentang persahabatan seseorang dengan hewan peliharaannya.

Beberapa saat kemudian, barulah Jimin menyadari keberadaan teman sekelasnya yang masih berjongkok di tempat semula. “Oh, Rahee?”

Rahee memutar bola matanya, “Kucingmu, Jim?”

“Iya,” Jawabnya sambil mengangguk mantap. “Kau yang menemukannya?”

“Tidak, dia tiba-tiba saja ada di depan pagar rumahku.”

“Rumahmu? Rumahmu disini?!”

Entah apa yang membuat Jimin begitu kaget dengan fakta tentang lokasi rumah Rahee, mata hitamnya kini beralih pandang ke bangunan berukuran sedang dengan nuansa modern yang ada di samping tempatnya berdiri. “Itu rumahmu?”

“Sebelahnya, Jim.”

Pandangan Jimin berubah lagi, kali ini ke rumah yang ada di sampingnya. Sebenarnya semua bangunan di kompleks ini hampir sama, yang membedakan kedua rumah itu hanyalah warna cat-nya. Rumah Rahee ber-cat kuning cerah, sementara rumah yang tadinya ditunjuk Jimin berwarna abu-abu.

“Oh...”

“Kenapa kau terdengar kecewa begitu?”

“Sebenarnya rumahku ada di balik rumah tetanggamu.”

Mwo?! Jadi selama ini kita bertetangga?”

Jimin mengangguk, sebenarnya dia juga cukup merasa terkejut. Kemudian dia lagi-lagi menyadari kalau sejak tadi Rahee sudah berpakaian rapi, “Kau mau kemana?”

“Ada janji dengan seseorang.”

Seulas senyum terbentuk di bibir Jimin, “Siapa? Soonyoung?”

Oh, untuk kesekian kalinya Rahee merasa kesal dengan temannya yang satu ini. “Aku tidak kenal Soonyoung, oke?”

“Kalau begitu kenapa tidak berkenalan?”

“Hahaha lucu sekali,” Ucapnya dengan nada monoton, jelas sekali dia merasa Jimin mulai melantur. Rahee mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan, “Oh iya, kenapa nama kucingmu ‘Kuki’?”

“Karena Kuki sama imutnya dengan Jung― Yah! Jangan mengalihkan topik!”

“’Jung’? ‘Jung’ siapa?”

“Bukan urusanmu Song Rahee. Kalau kau ingin berkenalan dengannya bisa diatur, aku akan membantumu.”

Perempuan itu memutuskan untuk mengabaikan Jimin, tidak peduli apa yang dikatakannya yang jelas itu pasti bukan hal-hal baik. Ide untuk membantu Rahee berkenalan dengan seorang laki-laki dari kelas lain adalah sesuatu yang konyol. Apa Jimin ingin menjadi mak comblang-nya? Memikirkannya saja sudah membuat Rahee bergidik.

“Hani sudah menungguku, aku duluan!” Ujar Rahee sambil lalu, melambai tanpa menoleh ke arah Jimin dan menghilang di ujung jalan.


“Kau bukan berdiri di tengah kerumunan, tapi di belakang kerumunan. Karena itu orang-orang yang tidak berada di kerumunan bisa melihatmu dengan jelas, dan aku termasuk orang-orang itu.”

Rasa-rasanya Rahee barusan berbicara begitu cepat sampai mengharuskan Hani memutar otak dua kali untuk mencerna perkataan temannya itu. Dia juga berusaha memikirkan kalimat sanggahan untuk menjawab Rahee, tapi yang keluar dari mulutnya malah sebuah pertanyaan simpel.

“Apa banyak yang melihatnya?”

“Tidak juga.. Kurasa perhatian semua orang terfokus pada kembang api, bahkan Yoongi yang duduk di sebelahku juga tidak tahu.”

Tanpa sadar Hani menghembuskan nafas panjang sementara bibir Rahee menarik senyuman penuh arti, “Jadi.. Sebenarnya ada apa denganmu dan Taehyung?”

Sebersit perasaan lega yang tadinya dirasakan Hani hilang seketika, tenggorokannya tercekat saat potongan-potongan ingatannya mulai muncul kembali.

Summer camp. Api unggun. Kembang api. Kim Taehyung. Dan ciuman.

Siapa yang menyangka Hani akan mengalami kejadian seperti ini, semuanya berada diluar kendalinya, kalau Rahee bertanya “Ada apa denganmu dan Taehyung?” sejujurnya Hani sendiri tidak tahu.

Untungnya Rahee tidak begitu keberatan saat Hani tidak lekas menjawab pertanyaannya, dari sikap temannya itu Rahee bisa menarik kesimpulan kalau pilihan terbaik adalah bertanya pada Taehyung, bukan Hani.

Rahee hendak memberitahu Hani kalau dia tidak perlu memikirkan masalah itu untuk saat ini, tapi tanpa diduga perempuan itu malah mulai angkat bicara. Hani mengubah seluruh potongan ingatannya menjadi serangkaian kata-kata, yang walaupun sedikit berantakan tapi masih bisa dipahami Rahee secara detail.

“Kau tahu.. Liburan musim panas akan segera berakhir. Apa jawabanmu?”

Ada sedikit rasa bersalah yang dirasakan Rahee saat dia menanggapi cerita Hani. Awalnya dia berencana untuk membiarkan Hani menenangkan dirinya dulu, tapi rencananya berbalik menjadi menyuruh Hani segera memikirkan jalan keluar.

Di depannya, Hani hanya mengendikkan bahu sambil mengaduk-aduk jus jeruk.

“Kau menyukai Taehyung atau tidak?”

Suara yang ditimbulkan oleh benturan gelas kaca dan sendok logam terhenti seiring dengan tangan Hani yang diam seolah membeku di tempat. Lidahnya kelu dan suaranya tidak ingin keluar, tapi Hani sendiri juga tidak tahu apa yang akan dikatakannya.

Kesabaran Rahee mulai menipis, dia mendecak kesal menatap temannya yang tetap tidak berkutik. “Entah kau menyukai Taehyung atau tidak, pokoknya katakan sejujurnya.”


***


Libur musim panas sudah berakhir, kini semester kedua dimulai dimana para pelajar harus kembali menjalani rutinitas bersekolah mereka. Karena trauma dengan ingatan terlambat di hari pertama sekolah, Choonhee memutuskan untuk berangkat lebih pagi dari biasanya, dia ingin kejadian seperti itu cukup terjadi sekali seumur hidup.

Keadaan sekolah saat dia tiba jauh dari kata ‘ramai’, bahkan dia bisa melihat tukang kebun yang sedang merawat taman, hanya saja itu malah membuatnya makin teringat hukuman yang harus dia terima saat terlambat beberapa bulan lalu. Alhasil Choonhee berusaha mempercepat langkahnya dan memfokuskan pandangan ke depan.

Beberapa saat kemudian dia sudah berdiri di depan loker sepatu dan hendak membukanya saat mendadak ada seseorang yang menepuk bahunya, membuatnya terlonjak kaget. Choonhee menoleh, matanya menangkap sosok Jeon Jungkook yang kini sedang nyengir kuda. Tapi pandangan Choonhee teralihkan pada kepala lelaki itu.

“Potongan rambut baru?” Tanya Choonhee, dia berusaha menstabilkan suara agar tidak terdengar gugup karena demi Tuhan, Jungkook terlihat dua kali lebih tampan dari biasanya.

Jungkook berkedip beberapa kali sebelum cengirannya bertambah lebar. “Kau orang pertama yang menyadarinya!” Ujarnya dengan nada girang.

Choonhee mengangguk. “Cocok untukmu..”

“Benarkah? Terima kasih.”

Rasanya jantung Choonhee sudah akan melompat keluar saat Jungkook tersenyum padanya sedemikian rupa, sebelum hal itu terjadi sungguhan dia cepat-cepat menoleh kembali ke loker sepatu lalu membukanya.

Gerakan tangannya terhenti ketika secarik kertas melayang jatuh dari dalam loker kecil itu, saat benda tersebut mendarat di tanah dengan ragu-ragu Choonhee mengambilnya.

I never understood what love was really like, but I feel it for the first time looking in your eyes.

Speechless, adalah sebuah kata yang sangat cocok untuk menggambarkan perasaan Choonhee saat ini. Dari apa yang dia baca di kertas itu, tertulis kata-kata mutiara bernuansa romantik. Berarti, bisa jadi ini adalah sebuah..

“Surat cinta?”

Suara Jungkook lagi-lagi mengagetkannya, ketika dia menengok lelaki itu, tersirat sedikit keterkejutan dalam ekspresinya. Memang, siapa sih yang menduga seorang Park Choonhee tiba-tiba mendapat surat cinta dari pengirim yang tidak jelas begini?

Choonhee tidak tahu harus berbuat apa, segala hal ini dungguh diluar dugaannya. Satu-satunya hal yang ada di pikirannya adalah dia tidak ingin orang lain tahu tentang ini.

“Jungkook?”

Panggilan Choonhee menyadarkan Jungkook bahwa sedari tadi dia telah menahan nafasnya. “Apa?”

“Ini rahasia kita berdua, ya?”



Ctak. Ctak. Ctak

Tangan Hoseok berhenti memainkan bolpoin saat dia menyadari lirikan tajam teman-temannya yang tertuju padanya. Sepertinya, suara yang dia timbulkan saat menekan mekanis bolpoin bertinta warna-warni itu membuat seisi kelas terganggu.

Sesaat dia hanya tersenyum tak berdosa sampai murid-murid lain kembali fokus pada tugas yang mereka kerjakan, kemudian matanya melirik ke kanan, bertemu pandang dengan mata Hyeso yang ternyata masih menatap kesal ke arahnya.

Oke Hoseok tidak peduli pada Hyeso sekalipun tatapan mata perempuan itu bisa mengeluarkan laser seperti Superman, yang ingin dia lihat adalah seseorang di bangku sebelah Hyeso, gadis bersurai hitam yang membiarkan rambut panjangnya tergerai indah di pundaknya.

Jung Hyora, adalah nama gadis itu. Baru tadi pagi Guru Lee mengenalkannya pada seluruh murid kelas 1-C dengan gelar ‘murid baru’. Tentu, seisi kelas riuh dan berebutan ingin mengajak bicara siswi yang pindah di hari pertama semester kedua itu. Hanya saja mereka terlalu ribut sampai-sampai Guru Lee harus memukulkan penggaris ke meja.

Sejak kedatangan Hyora, Hoseok menjadi gelisah. Dia tidak bisa berhenti memainkan bolpoin selagi pikirannya melayang kesegala tempat, dia bahkan tidak menghiraukan materi Sejarah yang biasanya sukses membuatnya terkantuk-kantuk.


“Dia.. Teman lamaku.”

Kini terdengar pengakuan Hoseok di depan kedua temannya, Namjoon dan Yoongi. Latar telah berpindah ke kantin di jam makan siang setelah tadi Hoseok langsung melesat keluar ruangan segera setelah bel berbunyi, membuat guru Fisika mengoceh di kelas tentang betapa tidak sopannya anak muda zaman sekarang.

“Benarkah? Lalu apa masalahnya?”

Hoseok hanya bisa diam menatap piring makan siangnya, sementara Yoongi mendecak, merasa Namjoon terlalu tidak peka karena bisa-bisanya bertanya seperti itu.

“Masalahnya, Hoseok menyukainya, bodoh.”

Mwo?! Kau menyukainya?!”

“Ya, dulu.

“Sekarang?”

“Ah..” Hoseok mendongak, menatap Yoongi yang sibuk mengunyah selada lalu beradu pandang dengan Namjoon yang masih menunggu jawaban. “Aku tidak tahu.”

Meja itu kini hening. Namjoon bingung harus mengatakan apa, Yoongi terlihat lebih peduli pada makan siangnya, sementara Hoseok sendiri terlarut dalam lamunannya. Pandangan matanya menuju ke arah Jin dan Hyeso yang entah sedang membicarakan apa di depan vending machine, namun pikirannya berada di tempat lain.

Sudah enam puluh detik berlalu dalam keheningan sampai Namjoon membuka mulut hendak mengatakan sesuatu―

“Namjoon!”

“Astaga―!”

Bahkan Hoseok yang sejak tadi melamun pun menoleh ke sumber suara, Lee Hwarin mendadak muncul, menduduki kursi kosong di sebelah Namjoon setelah sukses sengaja membuat lelaki itu kaget.

“Tumben kalian diam” Celetuk perempuan itu.

“Karena kau ada disini, mereka tidak berani bicara.”

Ucapan itu membuat Namjoon dipelototi dengan kesal oleh Hwarin, dia tidak terima dianggap sebagai orang yang tidak diinginkan.

“Hoseok-ah,” Mengabaikan tatapan Hwarin, Namjoon mengatakan kalimat yang tadinya terinterupsi. “Kurasa masa lalu adalah masa lalu, mengerti?”

Sayangnya, dia terlalu fokus pada Hoseok sehingga dirinya tidak menyadari kalau Hwarin sudah menyambar apel miliknya.

Dengan anggukan pelan, Hoseok berusaha menanamkan kata-kata Namjoon di dalam benaknya. Baru saja dia ingin menghembuskan nafas panjang, matanya melihat sosok Hyora di kejauhan, pada akhirnya dia malah menahan nafas.


“Bagaimana dengan soda?”

Jin menggeleng keras, “Tidak baik minum soda sebagai pelengkap menu makan siang.”

Beberapa mungkin penasaran dengan apa yang dibicarakan Jin dan Hyeso sampai-sampai mereka berdiri begitu lama di depan vending machine (untungnya mereka tidak menimbulkan antrian panjang). Namun tetap saja, mereka hanya ribut karena hal kecil.

“Jadi apa? Air mineral?” Ucap Hyeso jengkel.

“Aku tidak bilang begitu.. Kau ingin air mineral saja?”

Hyeso membeku, ingin protes pada Kim Seokjin tapi tidak tahu harus mengatakan apa karena terlalu kesal, apalagi tangan Jin sudah bergerak memencet tombol-tombol pada vending machine.

Pada akhirnya Hyeso memilih untuk meninggalkan lelaki itu, kembali ke meja tempat mereka berdua semula duduk. Dengan brutal dia menusuk-nusuk potongan daging ayam yang masih utuh di atas piringnya, berusaha tidak peduli saat Jin datang lalu duduk di sebelahnya.

“Nona Jung, ini minumanmu.”

Sebotol teh dingin menyentuh pipi Hyeso, matanya melebar menyadari kalau Jin tidak membeli air mineral, melainkan teh. Hanya saja dia masih kesal.

“Jangan memanggilku Nona Jung.”

Jin menaikkan alisnya, lalu tersenyum simpul. “Kenapa? Kau ingin aku memanggilmu Nona Kim?”

DEG. Sialan Kim Seokjin.

Sudah kebiasaan Jin, bercanda dengan keterlaluan sampai membuat jantung Hyeso memompa ekstra tanpa kenal lelah. Perempuan itu menyambar botol minumannya dan langsung meneguk isinya, berharap dinginnya teh bisa menetralkan pipinya yang mulai memanas.

Saat terdengar teriakan marah Kim Namjoon tepat di depan mejanya, Hyeso menoleh, mendapati Namjoon yang tengah berdiri memaki-maki Hwarin sementara perempuan itu menggigit apelnya tanpa menghiraukan ledakan amarah Namjoon.


***


Langkah pelan Kim Hani terdengar di sepanjang lorong kosong, sebelum kakinya menapak anak tangga pertama di hadapannya, dia berhenti. Pikirannya berperang, ragu antara terus melangkah maju atau berbalik pulang ke rumah.
 
Di atas sana seseorang telah menunggunya, memikirkan kalau Hani harus menghadapinya sendirian membuat dirinya luar biasa gugup. Tangannya basah karena keringat, saat itu juga dia teringat kata-kata yang diucapkan temannya―Rahee―beberapa hari sebelumnya, katakan sejujurnya.

Segera dia mengelap tangannya pada rok seragamnya, lalu mulai melangkahkan kaki menaiki satu demi satu anak tangg. Tangannya meraih gagang pintu berwarna abu-abu polos, setelah mengatur nafas dengan teratur dia langsung membuka pintu itu.

Sesaat Hani mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba membiasakan diri dengan sinar matahari. Dia disapa oleh pemandangan langit jingga dengan cahaya redup sore hari yang terlihat jelas dari atap bangunan sekolah. Di dekat pagar pembatas pendek berdiri seorang Kim Taehyung, yang sepertinya sudah sedari tadi memandang ke arah pintu tempat Hani datang.

Hani menelan ludah, dia menunduk, tidak kuasa bertatapan dengan mata Taehyung.

“Kim Hani.”

Suara lantang Taehyung terasa menembus hatinya, tidak butuh waktu lama sampai jantung Hani berdegup tak karuan.

“Aku menyukaimu Hani.”

Ada jeda panjang sebelum Taehyung melanjutkan kata-katanya. “Apa kau juga menyukaiku?”

Sungguh, Hani sudah menduga akan jadi seperti ini, tapi tetap saja dia tidak tahu harus menjawab apa, bahkan suaranya seperti menghilang entah kemana.

Tangan Taehyung menggenggam erat besi pembatas yang hanya setinggi pinggangnya, menunggu gadis yang berjarak tiga meter dari tempatnya berdiri mengatakan sesuatu.

“Jawab atau aku terjun sekarang.”

Apa?

“TIDAK TAEHYUNG JANGAN TERJUN!”

“Kalau begitu jawab!”

“Eh?? Aku...”

“Tiga.”

Taehyung memulai hitungan mundur. Pikiran Hani masih kalang-kabut, ditambah panik menghadapi situasi seperti ini. Dalam kepalanya, perkataan Rahee terus menari-nari.

“Dua.”

Katakan sejujurnya.

“Ya.”

“Sa― Apa? Kau bilang apa barusan?”

Hani menarik nafas panjang lalu membuangnya, matanya bertemu dengan mata Taehyung. “Ya, aku menyukaimu Kim Taehyung.”

Detik berikutnya Taehyung berlari ke arah Hani, kemudian dia bisa merasakan tangannya ditarik hingga akhirnya tubuhnya kini berada dalam dekapan Taehyung.



***
To Be Continued



(A/N)
Maaf lama update nya.
Btw isi surat Choonhee kuambil dari lagu Loved You First (One Direction).
OIYA HABEDE BUAT LOUIS<3

Comments