BTS Fanfiction - Vector of Fate (Part 8)


8


Suara nyaring dari sirine menembus keheningan diantara pepohonan tinggi, satu persatu orang yang menempati tenda-tenda summer camp mulai menggeliat dari posisi tidur dengan cara mereka masing-masing sebelum berusaha sekuat tenaga untuk membuka kelopak mata yang terasa sangat berat.

“Semua bangun dan keluar dari tenda dalam hitungan ke-sepuluh!”

Mata mereka semua langsung terbuka lebar setelah mendengar perintah yang diikrarkan melalui pengeras suara barusan, dengan hebohnya penghuni tenda keluar satu-persatu, berdiri di depan tenda masing-masing.

“Jam berapa ini?”

Sebelum ada yang bisa menjawab pertanyaan Hyeso, kembali terdengar serentetan kalimat dari pengeras suara. “Sekarang jam lima pagi! Kami berikan waktu satu jam pada kalian untuk bersiap-siap lalu segera berkumpul di lapangan!”

Park Choonhee langsung masuk kembali ke dalam tenda, hendak berbaring dan memasang selimut seperti posisi nyenyaknya tadi namun dihadang oleh seseorang. “Maafkan aku tapi tolong jangan tidur lagi.”

Mata Choonhee yang belum sempat tertutup memancarkan tatapan jengkel, tapi dia beranjak lalu duduk. “Kamar mandi nya pasti antri, Youngae.”

“Memang, tapi setidaknya lakukan hal lain yang bermanfaat selain tidur.” Jawab gadis yang dipanggil Youngae itu.

Sambil menggerutu kesal Choonhee berdiri, dia berpikir untuk meregangkan otot-ototnya yang kaku walaupun tadi hanya tidur beberapa jam dan mencari udara segar di luar, sekalian berharap ada pemandangan yang bisa menghilangkan kantuknya.

Dia mengedarkan pandangan, teman-temannya mendadak sudah menghilang entah kemana dan sepertinya Youngae masih berada di dalam tenda. Sementara itu suasana di luar hanya dihiasi dengan murid-murid yang berlalu-lalang, bisa ditebak mayoritas tujuan mereka adalah kamar mandi, itu membuat Choonhee semakin malas memikirkan kalau dia harus mengantri dan pemandangan di sekitarnya ini sama sekali tidak menarik.

Gadis itu mengucek matanya sambil sesekali menguap, sampai dia melihat sosok yang familiar sedang berjalan tidak jauh dari tempatnya berdiri. Seketika rasa kantuknya hilang setelah melihat orang itu, yang ternyata adalah Jeon Jungkook, terlalu mengantuk untuk berjalan ditengah kerumunan sampai-sampai lelaki itu hampir tersandung tali yang menghubungkan tenda dengan pasak. Mau tidak mau Choonhee tertawa terbahak-bahak.



“Tunggu, dimana sepatuku?”

Rahee menoleh, mendapati Hwarin celingukan mencari alas kakinya. “Tadi kau taruh dimana?” Tanya Rahee.

“Disini, tepat di depan tenda” Jawab perempuan itu sambil menunjuk ke tanah tempat sepatunya tadi tergeletak.

Menurut Rahee tidak mungkin ada orang tanpa kerjaan yang mau mencuri sepatu, apalagi di acara summer camp seperti ini. Pasti benda itu hanya berpindah tempat siapapun yang memindahkannya, “Apa warna sepatumu? Biar kubantu mencari.”

Hwarin mengangguk, “Converse merah.”

Rasanya sedikit tidak efektif kalau mereka mencari di tempat yang sama, jadi Rahee menawarkan diri untuk bertanya pada teman-temannya yang lain berhubung tidak mungkin Hwarin melakukannya dengan bertelanjang kaki. Sambil berlari-lari kecil, Rahee mengedarkan pandangan mencoba mencari sosok teman-temannya, saat dirinya menemukan Kim Hani berjalan dari satu tenda ke tenda yang lain tanpa pikir panjang Rahee menghampirinya.

“Rahee? Ada apa?” Tanya Hani melihat temannya itu mengatur nafas setelah berlari secepat yang dia bisa. Perhatiannya tidak sepenuhnya terfokus pada Rahee, salah satu tangannya membawa tumpukan kertas bundar bertuliskan angka-angka. Selagi Rahee sibuk dengan paru-parunya Hani mengintip ke dalam tenda sambil menyerukan “Permisi.”

Kepala Min Yoongi menyembul di pintu tenda, mata sipitnya membulat tidak menduga akan melihat Kim Hani dan Song Rahee berdiri di depan tenda kelompoknya. Apalagi dia melihat Rahee sedang menunduk bernafas pendek-pendek seperti habis lari dikejar katak, teringat kalau kemarin Jimin memberitahunya tentang Rahee yang takut pada katak.

“Ada apa ini? Kenapa Rahee megap-megap begitu?”

Pertanyaan yang dilontarkan Yoongi membuat Rahee meliriknya tajam, gadis itu tidak suka Yoongi menyebut dirinya ‘megap-megap’ padahal dia hanya sedang mengatur nafas dengan normal.

Sementara itu Hani mengulurkan selembar kertas bundar pada Yoongi, “Ini nomor peserta untuk lomba menghias tenda.”

Yoongi menatap kertas itu sekilas, lalu kembali melihat Rahee seolah meminta penjelasan.
“Oh dia tidak apa-apa, hanya capek habis mencari sepatu Hwarin.”

“Ini serius, bagaimana bisa sepatunya bisa hilang begitu saja? Kau harus ikut membantuku!”

Rahee meminta bantuan dengan cara kasar, pikir Yoongi. Dia tahu keadaan akan menjadi semakin buruk saat Hani menjawab, “Tidak bisa, aku harus membagikan kertas-kertas ini.”

Raut lelah dan kesal tercampur menjadi satu di wajah Rahee, tanpa disadari bahkan oleh dirinya sendiri mulut Yoongi sudah berucap “Aku bisa membantumu.”


“Apa yang kau lakukan disana?”

Kegiatan mencari Hwarin terhenti saat perempuan itu mendengar suara Namjoon, dia segera menoleh dan mendapati Namjoon melihatnya dengan tatapan aneh.

Memang bukan pemandangan yang biasa bagi Namjoon, melihat temannya itu tidak memakai alas kaki dan berjalan mengitari tendanya beberapa kali, sampai-sampai tidak sadar kalau Namjoon sudah memperhatikannya sejak lama.

“Pakai sepatumu, tidak takut digigit ular?”

“Jangan menakutiku!” Ujar Hwarin sambil bergidik. “Lagipula aku sekarang sedang mencari benda itu.”

“Benda apa?”

“Sepatu.”

Tanpa dikomando Namjoon langsung berjalan mendekat sambil menengok kiri-kanan, bahkan sampai ke atas pohon siapa tahu bisa menemukan sepasang sepatu  tergelantung disana, tapi tidak ada apa-apa. “Kau taruh mana tadi?”

Pertanyaan kedua yang dilontarkan pada Hwarin, gadis itu menunjuk bagian depan tendanya persis seperti bagaimana dia memberitahu Rahee tadi.

“Annyeong?”

Tepat pada saat itu Choonhee muncul di belakang Namjoon, dia yang mengantri kamar mandi terakhir pasti baru saja selesai. “Sedang apa?” Tanya Choonhee.

“Sepatuku hilang!”

“Sepatu?”

Perempuan itu menaikkan alisnya singkat, tanpa berkata apa-apa dia berjalan melewati Hwarin dan Namjoon dan menunduk untuk masuk ke tenda. Beberapa detik kemudian kepalanya menyembul keluar diikuti tangan kanannya yang membawa sepasang sepatu merah.

Hwarin hanya bisa menepuk dahi, jadi Namjoon yang mengambil sepatu itu dari tangan Choonhee sambil berusaha menutupi senyum gelinya. Kemudian tahu-tahu Hwarin merasa ada yang mendorong tubuhnya agar duduk di atas rumput hijau, saat dilihat Namjoon sudah berjongkok di depannya, memakaikan sepatu itu di kakinya.

“Aku bisa memakainya sendiri..”

“Diam.”

Nada suara Namjoon terdengar absolut, ucapan lelaki itu berhasil mengunci mulut Hwarin. Dia membiarkan perasaan geli saat tangan Namjoon menyentuh kakinya.
Setelah selesai mengikat tali sepatu itu, barulah Namjoon mendongak menatap Hwarin sambil mengulum senyum. “Aku suka Converse merah.”


***


Kemarin memasak, hari ini mencuci piring, nasib macam apa ini.. Jung Hyeso menggerutu dalam hati selagi tangannya tidak berhenti bergerak, menggosok lalu membilas satu-persatu piring yang menumpuk.

Dia merasa acara summer camp tahun ini merupakan kesialan baginya, dan sedikitnya dia bersyukur karena acara ini hanya diadakan tiga hari dua malam, hanya tinggal satu malam dan satu hari lagi yang harus dia lewati.

Walaupun begitu tetap saja dia masih punya hati untuk menyadari beberapa kejadian menyenangkan yang sudah terjadi. Sebut saja sekarang, senyumannya mengembang tiap Hyeso melirik ke sebelah kanannya, Kim Seokjin untuk kedua kalinya juga ditempatkan di tugas yang sama dengannya.

“Hyeso, ini yang terakhir.”

Kedatangan Rahee yang mendadak menaruh tumpukan piring cukup untuk membuyarkan lamunan Hyeso, sedikit rasa girang menyelundup masuk ke hatinya melihat tumpukan piring itu tidak begitu tinggi. Tapi dia dikagetkan lagi oleh Min Yoongi yang muncul dari belakang Rahee membawa tumpukan piring lagi, kali ini lebih banyak.

“Apa kau tidak salah tempat menaruh piring kotor itu?”

Awalnya Yoongi tidak sadar, tapi saat melihat tatapan tajam Hyeso ke arahnya membuat dia langsung mengerti kalau perempuan itu sedang berbicara padanya.

“Oh, tidak. Dia membantuku membawanya kesini.”

Yoongi bersyukur Rahee bersedia menjawab pertanyaan Hyeso untuknya, karena melihat tatapan Hyeso membuatnya sedikit ngeri. Memang, Hyeso tidak menyukai gagasan kalau Yoongi mendadak muncul dengan tumpukan piring baru saat dirinya baru saja merasa lega setelah melihat bawaan Rahee. Dalam hati dia senang saat kedua orang itu berjalan pergi, bisa-bisa dia tambah emosi kalau berlama-lama melihat wajah Yoongi.

“Capek ya?”

Angin sejuk seolah berhembus ke arah Hyeso, matanya mengerling melihat senyuman Jin dan dia mengangguk mantap, entah bagaimana malah tidak memberi kesan kalau dia lelah.
“Yah.. aku juga.”

Hening. Hanya ada suara air kran yang mengalir dan permukaan piring-piring yang saling bertubrukan. Tapi saat itu Hyeso bisa merasakan kalau Jin memperhatikannya. Ralat, bukan memperhatikannya sih, lebih tepatnya mungkin menatap lekat-lekat ke arah tangan Hyeso yang sibuk membersihkan piring-piring kotor.

“Kau pandai bersih-bersih?”

Hyeso terkesiap, terkejut karena mendadak Jin membicarakan topik yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Namun dia mencoba untuk menjawab jujur, “Tidak juga..”

“Benarkah?” Jin menyipitkan matanya, memandang Hyeso dan tumpukan piring bersih yang sudah dicuci oleh perempuan itu bergantian. “Caramu membersihkan piring profesional sekali, benar-benar bersih seperti di iklan sabun cuci piring.”

Dia tahu kalau Jin memujinya, walaupun menurutnya pujian itu sedikit aneh (dan ini pertama kalinya ada yang memujinya begitu). Sebagai tanda terima kasih dia memberikan senyuman terbaiknya pada lelaki itu, tapi Jin belum selesai bicara.

“Walaupun kau tidak begitu pandai memasak, tapi kurasa kau bisa jadi istri ideal.”

Jin tertawa. Dan Hyeso terpaksa ikut tertawa, walaupun tawanya hambar. Kali ini dia juga tahu kalau Jin sedang bercanda, tapi menurutnya gurauan itu sama sekali tidak lucu, hanya membuat jantungnya serasa seperti akan mencelos keluar.



“Sonyoung?”

“Sebentar..”

Mengabaikan Taehyung dengan cara sopan, Soonyoung kembali disibukkan dengan kegiatannya membersihkan bagian dalam tenda. Taehyung menunggu..


“Soonyoung?”

“Tunggu ya?”

Kali ini Soonyoung masih direpotkan dengan memikirkan tambahan apa yang kurang agar bisa membuat tenda kelompok mereka lebih menarik, Taehyung menunggu lagi.


“Soon―”

Panggilan Taehyung terhenti, dia sedang sarapan bersama teman-teman satu tendanya dan saat dia hendak memanggil Soonyoung untuk menanyakan sesuatu dia teringat kemarin Jihoon melarang adanya topik aneh-aneh saat mereka sedang makan. Jadi saat Soonyoung menoleh dan bertanya, “Apa kau memanggilku?” Taehyung dengan cepat menggeleng.


Kalau dihitung-hitung, ini sudah percobaannya yang keempat untuk mendekati Kwon Soonyoung hari itu, Taehyung bertekad untuk menanyakan suatu hal pada Soonyoung saat itu juga sekalipun temannya sedang repot melakukan sesuatu. Tapi dia tidak bisa menemukannya di tenda, atau diluar tenda, atau di sekitar tenda.

Taehyung menghela nafas, berurusan dengan Soonyoung ternyata cukup sulit. Dia memutuskan untuk berjalan-jalan di area perkemahan itu sekalian untuk mencari Soonyoung, siapa tahu bisa berpapasan dengan Hani. Tanpa sadar langkahnya membawa dirinya ke tenda Hani, tapi bukannya bertemu Hani dia malah mendapati Soonyoung berada disana.

“SOONYOUNG!”

Laki-laki yang dipanggil tersentak, menoleh ke arah Taehyung dengan ekspresi kaget, memang tadi Taehyung memanggilnya seperti orang kesetanan ditambah suaranya yang berat mungkin membuat temannya itu mengira dia baru saja dipanggil oleh guru killer.

“A-ada apa, Taehyung?”

Kini Taehyung sudah berdiri di sebelah Soonyoung, saat itulah dia baru menyadari kalau temannya itu sedang berbicara dengan seorang perempuan. Jelas bukan orang yang dikenal Taehyung, tapi wajahnya terlihat familiar. Mata gadis itu melebar saat melihat Taehyung, dia tidak tahu kenapa.

“Ah, ada yang ingin kutanyakan sejak tadi.”

Soonyoung terlihat seperti enggan karena obrolannya dengan perempuan itu terganggu, tapi dia hanya berkata “Kalau begitu kuserahkan padamu ya, Youngae?” yang tentu saja ditujukan pada perempuan yang berdiri di depannya. Perempuan itu mengangguk lalu menjawab, “Akan kuusahakan, tapi kau juga harus berusaha sendiri.”

Entah apa yang dibicarakan mereka, Taehyung tidak begitu paham dan menurutnya itu merupakan privasi mereka, jadi dia tidak berniat menyinggung hal itu saat dirinya dan Soonyoung mulai berjalan kembali ke tenda mereka.

“Jadi kau ingin tanya apa?”

Pertanyaan Soonyoung membuyarkan lamunan Taehyung, “Oh iya, soal rumor yang kau dengar dari senior kemarin.”

“Rumor apa?” Lelaki itu mengerutkan dahinya.

“Yang kau bicarakan saat makan siang kemarin..”

“Hah? Yang mana?”

Oke, kini Taehyung mulai kesal, sepertinya temannya yang satu ini mulai menjadi tipe orang yang menjengkelkan. “Ugh.. Tentang menyatakan perasaan pada orang yang disukai saat api unggun!”

Langkah kaki Soonyoung langsung terhenti, sesaat pandangannya menerawang ke depan tapi sedetik kemudian dia membulatkan mulutnya sambil menoleh ke arah Taehyung. “Ahhh itu~ Kau ingin tahu kelanjutannya?”

Dengan mantap Taehyung mengangguk, Soonyoung mengulum senyumnya. “Aku tetap tidak tahu ini benar atau tidak, tapi kudengar setiap tahun selalu terjadi. Jika kau menyatakan perasaanmu pada orang yang kau sukai besok, tepat saat kegiatan api unggun, akan ada lebih sedikit kemungkinan kau akan ditolak. Tidak ilmiah bukan? Tapi terserah padamu ingin mempercayainya atau tidak.”

Sambil masih tersenyum, Soonyoung menepuk bahu Taehyung. “Kurasa menyatakan perasaan saat api unggun tidak buruk juga.. Semoga berhasil!”


***


Rahee merapatkan jaketnya, sama sekali tidak paham kenapa di musim panas saat siang begitu gerah sementara saat malam malah sebaliknya. Dia ingin lebih mendekat ke api unggun di tengah lapangan tapi merasa terlalu malas untuk berdesak-desakkan disana, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah mencari kehangatan sendiri. Toh, dengan bantuan jaket yang sedang dia pakai, dinginnya sudah banyak berkurang.

Seseorang sedang menghampirinya dan Rahee yakin akan hal itu, dia menolehkan kepalanya ke kanan dan mendapati Min Yoongi berjalan mendekat membawa cangkir kertas di tangannya. Rahee mulai berpikir kalau mungkin instingnya jadi lebih tajam di malam hari.

“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Yoongi setelah duduk tidak jauh disamping gadis itu.

“Menunggu acara selesai dan para senior keparat itu memperbolehkanku tidur.”

Yoongi tersenyum geli, dia tidak menyalahkan Rahee karena telah menjelekkan nama senior karena baik dirinya sendiri pun juga merasa jengkel pada orang-orang menyebalkan itu. “Kau sendirian?” Ujarnya berbasa-basi.

Heeh.”

“Temanmu yang lain mana?”

Jari Rahee menunjuk ke arah pusat lapangan beberapa meter dari tempat mereka duduk, sebuah api unggun besar menyala-nyala dikelilingi para murid yang entah sedang menyanyikan lagu api unggun atau apa Yoongi tidak begitu paham.

“Kenapa tidak ikut?”

Terdengar suara seperti tawa tertahan dari mulut Rahee. Gadis itu lalu menjawab asal, “Awalnya aku disini bersama Hyeso dan Choonhee, tapi mereka berdua hilang entah kemana setelah mengeluh lapar.”

Percakapan ringan mereka terhenti, baik komunikan maupun komunikator sama-sama tidak tahu harus membicarakan topik apa. Mereka hanya diam mendengar nyanyian murid lain yang terdengar sedikit samar-samar. Rahee tiba-tiba dikagetkan oleh suara Yoongi yang memecah gelembung keheningan diantara mereka.

“Ada yang ingin kukatakan, tapi berjanjilah untuk tidak marah.”

Rahee mengangguk pelan, walaupun matanya kini melebar bingung.

“Sudah berapa kali aku membantumu hari ini?”

Dahi gadis itu mengerut, di satu sisi ingin membenarkan kalau Yoongi bukan ‘mengatakan’ sesuatu tapi ‘menanyakan’ sesuatu. Hanya saja di sisi lain dia menahan diri dan lebih memilih untuk menghitung kejadian-kejadian yang terekam dalam kepalanya.

Yoongi telah membantunya mencari sepatu Hwarin walaupun ternyata perempuan itu sudah menemukannya, lalu membantunya membawa piring kotor ke tempat mencuci piring, dan membantunya membawa barang-barang yang diyakini Choonhee bisa menjadi penghias yang bagus untuk tenda mereka.

“Umm.. tiga kali?”

“Oke aku tidak tahu tepatnya berapa yang jelas itu cukup banyak, tapi apa kau tahu kenapa aku sering membantumu?”

Kali ini Rahee menggeleng. Dia baru terpikir akan hal ini sehingga rasa penasaran segera muncul dalam benaknya.

“Ini memang sedikit aneh, tapi.. Entah kenapa saat melihatmu aku selalu merasa kau sedang butuh bantuan.”

Melihat Rahee menatapnya bingung, Yoongi segera melanjutkan penjelasannya berharap gadis itu bisa langsung paham. “Maksudku.. kita selalu bertemu saat kau sedang mengalami kesulitan, jadi kalau aku ada disana untuk membantu, kenapa tidak? Dan aku tidak tahu, tapi aku selalu merasa puas setelah bisa membantumu.”

Seulas senyuman senang terukir di bibir Rahee, itu adalah jawaban yang juga tidak terduga baginya, detik-detik selanjutnya dia tidak bisa untuk tidak tertawa. Bukan jenis tawa mengejek atau tawa apapun itu, ini adalah bagaimana Rahee menjelaskan kalau dirinya sedang senang, biasanya terjadi sehabis badmood-nya hilang karena sesuatu.

“Tidak marah?”

Dengan senyum masih tersungging, Rahee menjawab “Untuk apa?”

Yoongi mengacak-acak rambutnya sendiri, kebiasaan saat sedang bingung. “Apa hanya aku yang merasa itu aneh..?”

“Tidak aneh, kok! Ngomong-ngomong, boleh kupinjam ponselmu?”

Permintaan mendadak Rahee membuat Yoongi semakin bingung, tapi dia menurut dan memberikan ponselnya ke tangan gadis itu. Apa yang dia lakukan selanjutnya sudah bisa dipahami Yoongi bahwa Song Rahee sedang bertukar nomor ponsel dengannya.

“Ini, terima kasih.” Ujar Rahee sambil mengembalikan ponsel Yoongi.

“Kenapa kau minta nomor ponselku dan memberiku nomor ponselmu?”

Hening sejenak saat Rahee terlihat sedang memikirkan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan lelaki yang duduk di sampingnya. Senyumnya kembali terpasang ketika serangkaian kata-kata bagus seperti yang biasa dia baca di novel-novel muncul bagaikan gelembung di dalam kepalanya.

“Agar aku bisa langsung memberitahu jika aku membutuhkanmu.”

Kemudian kembang api dinyalakan.


“Aku menyukaimu.”

“Apa??”

Tidak patut menyalahkan Kim Hani kalau dia tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Taehyung. Segala kebisingan di sekitar mereka baik suara desingan kembang api yang bertalu-talu atau pekikan girang para murid dan mulut mereka yang tidak bisa berhenti bicara adalah penyebab utamanya.

Mereka berdua berdiri berhadapan saat semua mata disana tertuju pada keindahan langit, Taehyung berharap perempuan di depannya ini bisa memahami situasi hanya dengan melihat dan merasakan tangan Taehyung yang menggenggam erat tangannya. Namun sama seperti pendengarannya, Hani sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia mengerti. Entah karena dia memang terlalu polos atau pura-pura tidak tahu.

“Aku menyukaimu, Hani!”

Kali ini Taehyung mengeraskan suaranya sedikit, tapi sialnya disaat itu juga lontaran kembang api menjadi lebih besar dari sebelumnya, memicu semakin ramainya suara-suara yang mengelilingi mereka.

“Maaf! Aku tidak bisa mendengarmu!”

Taehyung menunduk, menyerah. Dia sudah berada di ambang batasnya. Memikirkan cara lain seperti menarik Hani ke tempat yang lebih sepi membuat keberaniannya semakin memudar, karena berdiri disini saja sudah membutuhkan usaha keras. Dalam pikirannya, Taehyung sudah berniat untuk berhenti, meyakinkan dirinya sendiri kalau pasti ada kesempatan lain. Tapi kemudian dia teringat perkataan Soonyoung.

Saat itulah ciuman itu tiba-tiba terjadi. Terlalu tidak terduga bagi Hani yang pikirannya sejak tadi berkecamuk, yang bisa dilakukannya hanya membeku di tempat, sementara bibir Kim Taehyung bersentuhan dengan bibirnya.

Beberapa detik kemudian Hani baru bisa mencerna segala hal yang terjadi padanya malam itu, pasti Taehyung tadi menyatakan perasaannya tetapi Hani tidak bisa mendengarnya. Dan kalau laki-laki itu menganggap menciumnya adalah satu-satunya jalan tercepat untuk membuat Hani paham maka dia sependapat dengan Taehyung.

Ini bukan ciuman pertama Taehyung, tapi bibir Hani terasa sangat lembut.. dan manis. Itu mendorong Taehyung untuk memperdalam ciumannya dan menarik gadis itu lebih dekat. Ketika dia menyadari kalau Hani sama sekali tidak mengelak dan membiarkan bibir mereka bertautan semakin dalam, Taehyung benar-benar terkejut, apa dia berhasil memenangkan hati gadis itu?


***
To Be Continued

Comments