Kita Berdiri di Bawah Cahaya dan Hatiku Tak Lagi Merasakan Sakit yang Sama

Bahaya spoiler manga Haikyuu!!


[D]i hari ketika ia tak sengaja melihat sosok Kageyama pada layar televisi sebuah bar, Hinata tengah mengayuh sepedanya melewati jalanan Rio yang tetap ramai meski bulan di atasnya sedang menyeringai dan ombak perlahan surut di sepanjang pantai tempatnya membangun persahabatan dengan pasir-pasir lembut.  Rasanya seolah takdir hendak bermain-main dengannya sekali lagi, seperti saat ia pertama kali menatap punggung ‘Raksasa Kecil’ dari balik jendela toko elektronik kampung halaman, seperti pertemuan pertama, kedua, bahkan pertemuan keseratusnya dengan Kageyama. Hinata tahu kawan—rivalnya itu berkesempatan mewakili tim voli nasional Jepang di Olimpiade Rio, namun menemukan presensi Kageyama di antara hiruk-pikuk percakapan berbahasa Portugis dan aroma alkohol bagai menyerang kesadarannya—mereka akhirnya menginjak tanah yang sama lagi.



Kenapa saya nunda baca manga Haikyuu empat tahun lamanya? Sejujurnya, saya pun nggak bisa bilang ‘nyesel baru baca sekarang’, karena setelah maraton catch up sampai chapter terbaru yang hanya menghabiskan dua hari waktu luang di akhir pekan, nyatanya saya merasa sangat puas. Mungkin kepuasan ini bakal berbeda kalau saya memutuskan untuk ngikutin manga Haikyuu sejak pertama kali nonton animenya pas saya masih kelas 1 SMA, mungkin malah nggak ada kepuasan sama sekali? Siapa tau?

(Kalau saya ngaku alasan asli di balik keengganan membaca manga Haikyuu, yakni karena sebel nggak bisa lihat bolanya gerak, barangkali saya bakal dikeroyok lalu diarak ke alun-alun Miyagi).

Semua bermula saat saya berkenalan sama makhluk yang namanya Sakusa Kiyoomi. Kita semua setuju kalau tokoh Haikyuu itu loveable, nggak ada yang bisa bikin kita benci, yang ada malah jatuh cinta sama mereka semua. Empat tahun ngikutin Haikyuu, saya pun sibuk membagi-bagi cinta ke para tokoh dari yang ngeselin seperti Oikawa sampai yang chaotic seperti Bokuto dan Lev (dan tentu saja selusin tokoh-tokoh lainnya). Anehnya, yang kalian pasti pernah merasakan juga, saya nggak pernah settle down menyukai satu tokoh sampai nggak sengaja bawa-bawa dia ke dalam mimpi—sampai saya ketemu sama Sakusa. Ini kalau dijelasin bakal keterusan bikin esai lima halaman soal Sakusa doang jadi lebih baik berhenti di sini.

Masalah tiba saat saya merasa lapar sama presensi Sakusa (lah kok masih aja ngomongin Sakusa). Kemunculan dia di anime amat sangat sedikit, sedangkan saya kepengen lihat dia terus!!! Saya pengen dia muncul terus!!! Kenapa dia tidak muncul, hei!!!!!

Berhubung lama-lama mencari fanart maupun fanfic maupun sekadar info singkat soal Sakusa dengan hati-hati agar tidak terpapar spoiler itu super melelahkan, di hari tayangnya episode terakhir dari bagian pertama season 4 anime Haikyuu (kemarin), saya akhirnya memutuskan untuk membaca manganya (yey).

Sebenernya bukan cuma gara-gara itu, sih. Siapa suruh ending animenya begitu menggantung terus seenaknya aja kita disuruh nunggu sampe bulan Juli??? Sebut saja saya hipokrit karena nungguin season 4 selama tiga tahun aja tahan, ini tinggal nunggu tiga bulan kok udah mencak-mencak. Banyak orang berpendapat match Karasuno vs Inarizaki adalah salah satu match paling seru dalam sejarah Haikyuu, nggak salah dong kalau saya jadi overhyped? Malah nggak lucu kalau hype saya sekarang terbuang sia-sia karena ada jeda panjang. Saya lelah menunggu begitupun dengan cinta saya ke Sakusa.

Jadi, bagaimana impresi saya setelah membaca manga Haikyuu? Untuk alasan itulah ­makalah tulisan ini dibuat. Meski saya tidak yakin ada yang berminat membaca ini tapi—biarlah, saya butuh media untuk mencurahkan segala isi hati.

Jujur aja, saya nggak punya pengetahuan lanjut soal voli (boro-boro, olahraga aja nggak pernah), jadi saya nggak merasa cukup mampu untuk berkomentar soal match-match di Haikyuu. Satu kata aja, keren. Ketegangan yang dibangun di setiap pertandingan nih luar biasa, mereka yang tanding kok saya yang gugup gituloh. Lantas, walaupun kita tau siapa yang bakal menang atau kalah (berkat spoiler, makasih loh ya), tetep aja prosesnya krusial dan bisa bikin kita terombang-ambing. Saya nggak bisa milih pertandingan mana yang paling seru, semua keren dan ibaratnya tiap naik level nih semua anak Karasuno seolah unlock kemampuan rahasia mereka. Banyak momen-momen jaw-dropping yang bikin saya lompat dari posisi duduk, menahan teriak, melotot kaget, dan tentunya menuhin private account Twitter saya dengan panel manga disertai umpatan berhuruf kapital. Kalau momen favorit, hands down mungkin tujuh panel total kemunculan Sakusa saat Hinata pertama kali meluncurkan minus tempo yang udah di-upgrade lebih cepat dan lebih tinggi dengan open toss dari Kageyama. Diikuti juga sama semua minus tempo kombinasi gila mereka, sumpah, semuanya keren banget!!! Kayaknya saya nggak bakal bosen sama hal-hal mengejutkan yang dibawa mereka berdua.


            A journey of 1000 miles begins with a single step.

Kalimat itu tertulis, dipigura, dan tergantung di kamar Hinata di Rio (yang mana langsung saya copy dan sekarang tertempel juga di dinding kamar haha). Ada banyak banget kutipan-kutipan menginspirasi dari Haikyuu, tapi dengan fakta bahwa Hinata masang kutipan itu di tempat yang bakal dilihatnya setiap buka mata di pagi hari, saya jadi merasa kutipan itu bener-bener spesial. Malah, lebih kayak ... satu dari pondasi-pondasi karakternya Hinata? Saya pernah bikin tulisan panjang lebar berisi character study Kageyama, sekitar dua tahun lalu, yang malah berakhir debunked saat saya nonton bagian re-coronation Ousama pada season 4 kemarin. Di sini, saya mulai sadar kalau selama ini saya agak menyingkirkan tokoh utama, Hinata, dari fokus saya.

Balik sedikit ke omongan tadi, semua tokoh di Haikyuu itu precious dan loveable, atau lebih tepatnya—semua tokoh yang dikasih lampu sorot sama Haruichi Furudate. Kalau boleh pinjam peribahasa orang Jepang, mereka semua adalah paku-paku yang menonjol di antara deretan paku yang sama rata. Itu salah satu keahlian Furudate yang bener-bener saya kagumin sampe sekarang (saya juga pengen bisa nulis karakter kayak gitu, woi). Kadang banyaknya tokoh yang dikasih lampu sorot di sini bisa bikin kita overwhelmed (atau jangan-jangan saya aja?), kadang jadi lupa siapa sih tokoh utamanya di sini??? Tapi sejauh ini Haikyuu selalu konsisten menegaskan kisah siapa yang sebenernya mau dituturkan. Semua lawan tanding Karasuno eksis bukan cuma sebagai figuran, mereka punya backstory masing-masing dan kita diberi kesempatan buat ngasih mereka pelukan kekalahan atau tepuk tangan kemenangan. Kendati, pada akhirnya ini tetap cerita soal Karasuno, gagak-gagak yang terbang dari kampung, dan Hinata Shouyo yang belajar mengepakkan sayap ke langit. Karasuno kalah di nasional dan—udah??? Kita bahkan nggak dikasih tau siapa pemenang Spring High tahun itu (prediksi saya mungkin Kamomedai atau Fukurodani), parahnya lagi kita langsung disuguhi time-skip dan tau-tau Hinata sudah sepedaan di jalanan Rio de Janeiro dengan pemandangan laut terbentang.

Saya nggak tau gimana pendapat orang lain, tapi secara pribadi saya suka banget sama time-skip ini serta bagaimana Furudate berhasil merangkai semuanya dengan hati-hati. Kekalahan Karasuno di Nasional, katakanlah, ya mau gimana lagi. Kesel, memang, saya aja sampe nangis (yha), tapi itu bener-bener sesuatu yang nggak terhindarkan dan deep down kita tau betul bahwa kemungkinan itu ada—bahkan persentasenya besar. Malah menurut saya kejadian Hinata kena demam lalu kekuatan tim Karasuno perlahan kolaps itu adalah hal yang patut terjadi, bukan tanpa alasan, justru punya impact yang gede dan meyakinkan kita kalau semisal Karasuno menang pun nggak ada jaminan hal-hal yang terjadi selanjutnya bakal mengarah ke apa yang kita lihat sekarang. Dalam artian, mulai dari pilihan Hinata terbang ke Brazil, Kageyama yang setim sama Ushiwaka dan Hoshiumi, Tsukki yang masih lanjut main voli profesional pas dia udah kuliah, atau Noya yang berhenti main voli karena dia lebih memilih hal-hal yang bikin dia bahagia kayak mancing ikan raksasa di Italia.

Satu lagi yang perlu di-higlight mungkin penjelasan singkat dari Yachi di awal time-skip serta arc pendek Hinata di Rio. Bukannya saya nggak pengen baca detail kehidupan anak Karasuno dua tahun berikutnya, tapi kok di mata saya Yachi yang sekilas reminiscing masa-masa SMA begitu malah jadi romantis dan nostalgia, ya? Seolah bilang kalau masa indah itu ternyata pendek, singkat, dan cepat berlalu. Januari itu mereka kalah nasional, tahun depannya nggak bisa ke nasional karena kalah sama Datekou di Inter High tapi bisa ketemu lagi sama Miya Twins di Spring High, lalu di tahun terakhir berhasil menjejakkan kaki di panggung semi-final. Kita cuma dikasih potongan-potongan kecil dari kanvas yang besar, tapi kalau diperhatikan lagi, kanvas itu merupakan bagian dari pameran besar yang punya kanvas-kanvas lain yang lebih besar juga.

In the uncertain ebb and flow of time and emotions, much of one’s life history is etched in the senses. And things of no particular importance, or irreplaceable thing, can suddenly resurface in a cafe one winter night.
—Banana Yoshimoto, Kitchen

Haikyuu adalah rollercoaster ride, naik turun, mengejutkan, memompa adrenalin. Haikyuu membuka mata saya akan fakta-fakta yang nggak pernah saya sadari, maupun realita yang udah ada di depan mata tapi saya tolak untuk meyakini. Saya belajar banyak dari tokoh-tokoh remarkable ini—terlebih Hinata. Mereka berhasil jadi salah satu alasan saya tetap hidup dan akan selalu memotivasi saya untuk menuliskan lembar-lembar kehidupan saya sendiri.

Meski, kadang saya berharap bisa mencintai sesuatu sebesar mereka mencintai voli. Kalau gitu mungkin saya nggak bakal tersesat menentukan apa yang pengen saya lakukan selama masih hidup dan bernapas. Tapi, mengingat Hinata pasti bakal bilang sesuatu semacam, “Kalau gitu mah cari aja dulu sampe ketemu!” saya cuma bisa senyum mengiyakan.

Perjalanan berjarak seribu mil dimulai dari satu langkah kaki. Saya pun nggak sabar buat berdiri di bawah cahaya ketika hati saya nggak lagi merasakan sakit yang sama—sebesar ketidaksabaran saya membayangkan bagaimana Haikyuu mengakhiri kisah panjangnya.

Terima kasih sudah membaca review manga Haikyuu Indonesia.

Bonus panel Sakusa favorit saya

Comments