Your earl grey kiss, may i taste it for a little bit?

 

Aku ingin secangkir penuh ciumanmu. Kamu sajikan pasca ketuk pintu dan butir-butir jeruk kesukaanmu. Tiga tetes perisa lalu setuang kemilau sorot mata. Aku ingin menenggaknya dari cangkirmu yang merah muda, telinga yang hangat dalam raba, juga panggil lirih yang menguap dari bisik kita. Yoongi, Yoongi, Yoongi—boleh kupinta satu lagi? Mungkin, yang kudamba tak melulu cecap masamnya pada lidahku, melainkan kata-kata yang turut kamu petik dari kepala. Berkatnya kucoba merangkai anganmu jadi cerita milik sepasang manusia yang temukan rumah di tempat yang sama. Mereka jatuh cinta hingga saling melupakan lalu pergi dan terus kembali—berkali-kali, mereka mencari jalan yang tak pernah ada kemudian pulang membawa gurat baru di muka. Ada banyak sekali, yang seperti itu, lama menghuni catatanmu bagai corat-coret preskripsi. Yoongi, bagaimana jika ini satu-satunya cara kita bisa saling memahami? Kamu bilang, hidup ini dihantui kelebat-kelebat angin lalu. Tapi kita masih ada, katamu, kutemukan saksinya sebentuk rumah milik hangat dekap kita. Aku tak ingin cangkir ini habis, Yoongi. Aku masih ingin menyelaminya lebih lama, tenggelamkan ragaku pada masam sitrus dan manis senyummu. Jangan jadi angin lalu, ya? Malam ini, kurasa kecupmu sebuah pintu.[1]




[1] Dari cerpen Rehat Hati 2, karya Nukila Amal

Comments