BTS Fanfiction - Vector of Fate (Part 13)


13


Silakan sebut Hyeso pengecut yang hanya bisa lari dari kenyataan, dia tidak peduli. Sebutan itu lebih baik daripada harus mengalami insomnia tiap malam karena terlalu stress. Saat dia menyadari sebuah brosur terselip di bagian depan tasnya, Hyeso memutuskan untuk mengunjuni Festival Makanan Asia yang tertulis disana sekalian untuk menjernihkan pikiran. Sepertinya memang alternatif stress untuk wanita adalah makan.




Dua hari telah berlalu semenjak pentas seni yang menuai keberhasilan bagi kelas 1-C, kelas Hyeso. Penampilan dari tujuh temannya benar-benar digemari baik dari para murid maupun pengunjung dari luar sekolah, walaupun tentu saja mayoritasnya adalah perempuan. Sebut saja teman-temannya itu telah menjadi selebriti dadakan. Konsep yang mereka sajikan dengan modal bakat dan tampang membuat Hyeso berpikir seharusnya mereka mengikuti audisi boyband saja.

Lagu yang mereka nyanyikan, Miss Right, kalau boleh jujur memang membuat Hyeso terpukau. Baru kali ini juga dia mengapresiasi Yoongi dan Namjoon yang telah membuat lagu sebagus itu, namun yang lebih penting adalah pesan tersirat di dalamnya. Apa kata-kata Namjoon saat itu benar adanya? Atau hanya taktik untuk menarik perhatian penonton? Yang jelas melihat Seokjin di atas panggung kala itu serasa bak melihat malaikat di surga. Tapi sia-sia saja, Hyeso sudah mengira hatinya yang melambung tinggi akan dihempaskan kembali ke tanah dengan melihat lelaki itu dikerumuni siswi-siswi saat keluar dari backstage aula.

Baiklah, itu tidak penting. Tujuannya berwisata kuliner bukan untuk mengingat kembali pahitnya kehidupan asmara miliknya, lebih baik dia mencari kios yang menjual sesuatu yang menurutnya menarik.

Sambil mengedarkan pandangan, Hyeso memperhatikan satu-persatu kios yang tertangkap pleh retinanya. Festival yang mencakup area Asia bukan berarti hanya memiliki jenis makanan yang sedikit. Malahan, Hyeso sedikit bingung harus memilih yang mana.

“Hmm... Masakan Korea dan Jepang sudah sering kumakan...” gumamnya pada diri sendiri.

Pandangannya terhenti pada sebuah papan bertuliskan ‘Khas Asia Tenggara’ dengan gambar berbagai hidangan yang terlihat asing. Sejenak dia berpikir, mengingat pelajaran Geografi tentang apa saja negara yang ada di Asia Tenggara.

“Thailand, Singapura...” Hyeso mulai menghitung dengan jarinya. “Tujuan wisata terkenal tahun ini... Bali? Ah, Bali bukan negara.”

Terus-menerus berdiam diri di tengah kerumunan membuat Hyeso merasa dirinya mungkin terlihat seperti orang bodoh atau bahkan anak hilang yang terpisah dari ibunya. Jadi, daripada terus mencoba mengingat pelajaran Geografi yang bahkan jarang sekali benar-benar dia perhatikan, Hyeso lebih memilih melangkahkan kaki menuju kios Asia Tenggara itu.

Antrian yang tidak cukup panjang membuatnya dengan segera dilayani oleh salah seorang petugas penjaga kios tanpa menunggu lama. Lelaki dengan nametag ‘Kunpimook’ yang kelihatannya lebih muda dari Hyeso itu menanyakan pesanannya dengan cara sopan, membuat Hyeso berusaha keras untuk tidak terlalu memikirkan nama aneh lelaki itu.

Gambar sebuah hidangan menarik perhatian Hyeso, tanpa segan-segan dia melontarkan pertanyaan pada si Kunpimook. “Ini, namanya apa ya?”

Kunpimook mengikuti arah yang ditunjuk Hyeso. “Oh, itu rujak, masakan Indonesia.”

Sambil mengangguk-angguk Hyeso membulatkan mulutnya, sementara Kunpimook kembali berceloteh menjelaskan detail rujak dengan harapan Hyeso akan semakin tertarik untuk membeli.

“Kalau begitu aku ingin rujak satu.”

Setelah mengangguk pelan, lelaki itu mencatat pesanan Hyeso di notes yang sedari tadi dia pegang. Kemudian dia menoleh kembali. “Dan, pesanan Anda?”

Tentu saja pertanyaan itu bukan untuk Hyeso, melainkan untuk pelanggan lain yang tidak beberapa lama telah berdiri tepat di sebelahnya. Dirinya yang tengah membayangkan bagaimana rasa rujak dibuat tersentak kaget setelah orang yang ditanyai Kunpimook itu menjawab.

“Aku juga pesan satu rujak.”

Nampaknya orang itu ikut mendengar penjelasan panjang-lebar Kunpimook tentang rujak, mungkin dia sama tertariknya dengan Hyeso. Tapi Hyeso tidak terkejut karena orang itu memesan makanan yang sama dengannya, melainkan suara orang itu sangat sangat familiar di telinga Hyeso.

Memberanikan diri, dia menoleh ke samping. Benar saja dugaannya, orang itu adalah Seokjin.




Dalam hening, kedua orang itu menyantap makanan masing-masing. Salah satu adab makan dan minum adalah untuk tidak berbicara saat makan, tapi jika diperhatikan lebih jelas lagi sesungguhnya keheningan yang menyelimuti mereka bukan karena patuhnya mereka pada adab makan dan minum.

Bertemu Seokjin disaat seperti ini bukan hal yang diduga Hyeso. Dia merutuki diri sendiri untuk lebih berhati-hati saat akan melakukan sesuatu, mengingat seharusnya dia tahu kalau Seokjin pasti juga akan mengunjungi festival makanan seperti ini. Tujuannya untuk refreshing malah berubah 180 derajat.

Hyeso meletakkan sendoknya. Beruntung situasi tak terduga ini tidak menurunkan moodnya untuk menikmati makanan, dan dia bersyukur sudah membeli rujak karena makanan itu tidak mengecewakannya sama sekali.

Ketika ditengok, Seokjin yang duduk di hadapannya juga telah menyelesaikan kegiatan memakannya. Lelaki itu balas menatapnya dan melempar sebuah senyuman canggung.

“Enak, ya?”

Bodoh, pikir Hyeso. Tidak ada kalimat lain yang terlintas di kepalanya selain pertanyaan barusan, dan dengan bodohnya dia langsung melontarkan pertanyaan itu.

“Enak. Aku sangat suka bumbunya, dan olahan kedelai yang dibalut tepung itu.”

Oh, Seokjin sepikiran dengan Hyeso. Dia tidak tahu apa nama olahan kedelai yang disebut-sebut Seokjin tapi dia juga merasa makanan itu adalah salah satu yang paling enak diantara semua sayur-mayur dan lauk yang tercampur menjadi satu dalam rujak tadi.

“Kau benar, cocok sekali disatukan dengan bumbu dan sayurnya.”

Percakapan itu berlanjut hingga ke detail, mereka bahkan saling mengutarkan rasa penasaran masing-masing tentang apa bahan dari bumbu rujak yang enak itu.

“Kapan-kapan aku ingin mencoba makanan Indonesia yang lain.”

Seokjin mengangguk, setuju dengan ucapan perempuan yang duduk di hadapannya itu. “Bagaimana kalau sekarang kita mencari minuman Indonesia?”

Untuk sesaat, Hyeso terlihat seolah sedang mempertimbangkan ajakan Seokjin. Namun, pada akhirnya juga mereka berdua kembali berjalan menuju kios Asia Tenggara dan disapa dengan ramah oleh Kunpimook.

“Bagaimana rujaknya?” tanya lelaki itu.

“Enak sekali!” jawab Hyeso dengan nada bersemangat. “Kuharap kau punya rekomendasi minuman Indonesia yang enak.”

Setelah memikirkan baik-baik, Kunpimook menyarankan mereka membeli Es Kelapa Muda yang langsung disetujui oleh keduanya. Dengan cepat, minuman itu disiapkan dan kemudian sudah berada di masing-masing tangan Seokjin dan Hyeso.

Karena minuman kelapa yang pernah dicoba keduanya hanya nata de coco yang notabene adalah olahan kelapa, mereka tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa air yang berada dalam kelapa terasa benar-benar enak, ditambah dengan daging kelapanya sendiri.

Kini mereka berada di balkon gedung, bersandar di besi pembatas dengan tinggi standar sambil memperhatikan jalanan kota yang terlihat mungil dari lantai atas.

“Aku tidak menyangka kita bisa bertemu disini,” ujar Seokjin, membuat Hyeso kembali berpikir bahwa mereka sekali lagi sepikiran.

“Aku juga.”

“Setelah pentas seni aku mencarimu, tapi sulit untuk lolos dari kerumunan orang-orang dan ternyata kau sudah pulang duluan.”

Hyeso tertawa. “Selebriti dadakan, ya?”

Mendengar tawa Hyeso, Seokjin tersenyum. “Bagaimana masalahmu? Apa kau sudah merasa lebih baik?”

Oh, benar juga.. Pikirnya. Terlalu sibuk memikirkan kejadian dua hari lalu membuat Hyeso lupa kalau Seokjin menyuruhnya menenangkan diri dan kembali pada lelaki itu jika perasaannya sudah lebih baik. Jadi, apa perasaannya kini sudah lebih baik?

“Entahlah, Jin,” ujar Hyeso dengan pandangan menerawang ke jalanan kota, angin berhembus cukup kencang mengingat sebentar lagi musim gugur. “Maaf.”

“Kau tidak perlu minta maaf. Semua orang pernah dilanda masalah pribadi.”

Sekali lagi hening, hanya terdengar tiupan angin dan samar-samar suara orang-orang lain. Langit menjelang sore berubah menjadi jingga.

“Ada yang ingin kutanyakan.”

Hyeso menoleh. “Apa?”

“Apa masalahmu itu karena aku?”

Mata Hyeso melebar, apa jangan-jangan Seokjin itu indigo? Bagaimana ini? Apa dia harus menjawab jujur? Berharap sajalah Seokjin tidak tersinggung..

“Kurang lebih.. Iya.”

Jeda singkat sebelum Seokjin kembali bicara, membuat mata Hyeso semakin membulat kaget. “Hyeso-ya, apa kau menyukaiku?”

Baiklah, jantung Hyeso kini berdetak dengan ritme tidak teratur. Seandainya bisa, dia ingin terjun sekarang juga selagi mereka sedang berada di balkon. Tapi Hyeso tidak ingin mati, dia masih belum menjadi anak yang baik, dia masih belum mengembalikan buku kumpulan puisi William Shakespeare milik sepupunya. Sumpah, apa yang harus dilakukannya?

“A-aku..”

Sekilas, diliriknya Seokjin yang kini memasang ekspresi serius. Mata lelaki itu menyiratkan sesuatu, meyakinkan Hyeso untuk mengatakan yang sejujurnya. Tangan Hyeso kini basah karena keringat.

“Aku menyukaimu.”

Jantung Hyeso serasa berhenti berfungsi. Apa yang baru saja dikatakan Seokjin sekali lagi berada di luar dugaannya. Lelaki itu mengatakan hal yang baru saja akan dia katakan dengan lantang. Dengan nafas tertahan, Hyeso menoleh ke arah Seokjin, menatap laki-laki itu tidak percaya.

Bibir Seokjin membentuk kurva manis. Sebelum Hyeso sempat berkata-kata lelaki itu menarik tangannya, memberinya sebuah ciuman lembut di bibir sembari angin musim gugur kembali menerpa.


***


“Yoonji.”

Adik perempuan yang ketahuan sedang memandangi poster One Direction di dinding kamarnya sambil tersenyum-senyum sendiri langsung gelagapan sementara kakak laki-lakinya menatapnya bosan.

“A-apa?”

Bukannya menjawab, kini ganti Yoongi yang memandang poster itu. Dirinya memicingkan mata memperhatikan satu-persatu dari lima lelaki Inggris itu, membuat mata sipitnya menjadi semakin sipit.

“Apa yang kau lakukan, oppa?” tanya Yoonji heran.

“Siapa yang paling kau suka, huh?”

Oke, ini semakin aneh. Setahu Yoonji, kakaknya itu tidak pernah sekalipun peduli pada hobinya menggemari para laki-laki tampan. Kenapa sekarang dia malah menanyakan siapa yang paling disukai Yoonji di band Inggris itu?

“Liam dan Louis.”

Yoonji memutuskan untuk menjawab jujur saja, agar kakaknya puas. Tapi setelah mendengar jawaban itu, Yoongi malah mengerutkan dahinya.

“Apa? Kenapa?”

“Kau menyukai dua sekaligus?”

“Iya. Memangnya kenapa?”

Inilah yang tidak bisa Yoongi pahami dari perempuan. Bagaimana mereka bisa menyukai dua laki-laki sekaligus? Kenapa tidak memilih satu saja? Bukannya itu namanya serakah? Mungkin kalau bertanya pada adiknya dia bisa mendapat jawaban logis.

“Kenapa kau menyukai dua laki-laki sekaligus? Apa hatimu bisa dibagi-bagi begitu? Bagaimana mereka sakit hati?”

“Hah? Mereka tidak mungkin sakit hati oppa, mereka bahkan tidak mengenalku. Aku tahu mereka tidak akan membalas perasaanku, jadi apa salahnya menyukai keduanya?”

Oh. Begitu.

Yoongi mengangguk-angguk, kemudian mengatakan tujuan awal menghampiri kamar adiknya. “Makan malam sudah siap, ayo turun.”


***


“Maaf, ya?”

“Sudah berapa kali kau mengatakan itu?” ujar Taehyung diikuti tawa renyahnya, membuat gadis yang duduk di ayunan itu ikut tersenyum.

“Seharusnya kau senang, aku benar-benar merasa bersalah.”

Taehyung kembali tertawa, dengan pelan dia mendorong ayunan yang dinaiki gadis itu. “Ya ya, aku tahu Hani-ya. Sekarang ganti aku yang naik ayunan, ya?”

“Enak saja! Kau tadi kalah suit, terima kekalahanmu Tae,” Hani melirik kesal ke arah Taehyung. Dipercepatnya laju ayunan itu hingga Taehyung harus menghindar beberapa langkah ke samping.

“Sudah kubilang, panggil aku ‘oppa’.”

Ayunan itu semakin cepat berayun sementara gadis yang menaikinya berpura-pura tidak mendengar kalimat yang diucapkan Taehyung barusan.

“Padahal kau memanggil teman Amerika-mu itu dengan imbuhan ‘oppa’.”

“Mark cuma teman, Tae. Dia dua tahun lebih tua dariku, sudah seharusnya aku memanggilnya begitu kan?” ujar Hani tanpa memelankan ayunannya.

Perempuan itu seolah tidak bisa dibantah, Taehyung sedang tidak dalam mood untuk berdebat jadi dia hanya bisa berdiri bersandar pada tiang ayunan, menunggu Hani memelankan kecepatan berayun benda itu.

Benar saja, tak lama kemudian ayunan mulai melambat. Kesempatan tidak datang dua kali, dengan cepat Taehyung menghentikan ayunan itu lalu menarik tangan Hani kuat-kuat sampai perempuan itu berdiri dan hampir terjatuh. Sedetik kemudian posisi mereka sudah tertukar. Taehyung yang duduk di ayunan dan Hani yang berdiri tepat di depan lelaki itu.

Hani berbalik, meletakkan tangan di pinggang sambil menatap marah pada Taehyung. Sementara Taehyung sendiri tersenyum tak berdoa seperti anak kecil yang baru saja mencuri permen, manis tapi berbahaya, dijamin anak itu akan mencuri permen lagi kalau tidak dimarahi ‘kan?

“Tae, aku yang menang suit.”

“Tapi aku ingin main ayunan juga.”

Masa bodo, salahmu sendiri kalah suit denganku. Sekarang minggir.”

Taehyung menggeleng. “Aegyo, panggil aku ‘oppa’ dan aku akan minggir.”

“Kau bercanda? Minggir, Tae.”

“Oppa. O-P-P-A. Bukan ‘Tae’.”

Sungguh pacar yang menyebalkan. Hani heran kenapa dia bisa menyukai lelaki ini.

“Minggir dari situ Tae

“Oppa.”

―oppa.”

Mata Taehyung membulat. Apa barusan Hani memanggilnya ‘oppa’? Sepertinya pilihan buruk untuk memotong ucapan perempuan itu.. Ah, persetan, yang penting toh dia masih bisa mendengarnya.

Senyuman Taehyung mengembang. “Katakan lagi!”

“Tidak mau,” ucap Hani sambil menggeleng keras, membuat rambutnya yang dikuncir ekor kuda bergoyang. Mau tidak mau Taehyung merutuk dalam hati, bersumpah kenapa Kim Hani terlihat begitu manis.

“Kau bisa naik ayunannya, chagiya. Duduklah disini.”

Ketika Taehyung mengatakan hal itu sambil menepuk-nepuk pahanya, Hani benar-benar menahan diri untuk tidak menendang wajah lelaki itu.



***
To Be Continued




 (A/N)

Hai, maaf ya dua minggu ilang update nya pendek gini m(_ _)m

Sebelumnya makasih buat yg udah setia baca, makasih juga buat valkmu yg baru komen, gapapa kok kalau kamu sider aku juga kadang2 nyider._. Yg penting ada yg baca aja aku udah seneng :")

Jadi gini, aku ingin ngelurusin hubungan masing2 pairing bertahap, ga seru kan kalau sekaligus gitu. Berhubung Hyeso berasa selalu kunistain jadi dia kuduluin HAHA /kemudian ditimpuk bata/ Terus karena Hani sama Taehyung gampang ngelurusinnya, jadi mereka juga kuduluin. Yoongi dan adiknya yg fangirl nyempil sekalian ngode gitu uhuk.

Oh iya main2 ke wattpad ku ya, aku nge post ff ini disana terus ada ficlet Hanbin juga :v
Wattpad : https://www.wattpad.com/user/nsama48

Makasi semua~ Keep reading yha~ Laffyu:*

Comments