BTS Fanfiction - Vector of Fate (Part 11)


11


“Bagaimana menurutmu?”

Mata Yoongi tertuju keluar jendela, pandangannya menerawang selagi pikirannya bergelut. Dari apa yang dikatakan Namjoon barusan, dia bisa menyimpulkan kalau perannya memang benar-benar dibutuhkan disini.


Kim Namjoon diam-diam menyuruh Yoongi meninggalkan tugasnya mendekorasi kelas untuk menemuinya di depan ruang OSIS. Disana lelaki itu menjelaskan rencananya pada Yoongi, atau mungkin lebih tepatnya rencana Hwarin. Tiga hari sebelumnya, Hwarin mendesak Namjoon untuk ikut berpatisipasi dalam pentas seni di hari kedua acara ulang tahun sekolah, namun dia menolak usulan itu mentah-mentah karena menurutnya tidak ada waktu untuk melakukan hal itu.

Kemudian hari ini, tepat lima hari sebelum diselenggarakannya acara, hasil rapat OSIS menyatakan bahwa peserta pentas seni harus di-atasnamakan kelas atau klub sebagai salah satu cara untuk mengurangi jumlah peserta yang terlalu banyak. Karena perubahan itu, banyak tugas anggota OSIS yang dipindahkan, hal itu memberi keringanan untuk Namjoon sekaligus memunculkan sebuah ide baru di kepalanya.

“Hwarin menghindariku sejak saat aku menolak pendapatnya, kurasa kata-katanya benar.”

“Kata-kata bahwa setidaknya kau harus mencoba dulu?”

“Ya.” Namjoon mengangguk. “Ada banyak waktu luang untukku sekarang, kita bisa menyiapkannya tepat waktu!”

Alis Yoongi bertautan. “Kau ingat kan terakhir kali kita melakukan hal seperti ini saat SMP?”
“Tentu saja, saat itu kita memang masih amatir. Sekarang kita bahkan sudah membuat lagu sendiri, setidaknya coba dulu.”

Kali ini giliran Namjoon yang mengulang ucapan Hwarin, sungguh Yoongi tidak akan percaya kalau temannya itu berkata dia tidak memiliki perasaan yang lebih terhadap Lee Hwarin, namun sekarang bukan saatnya untuk menanyakan hal itu. Yoongi menghela nafas panjang, “Baiklah, kita bicarakan saat pulang sekolah nanti.”




Hoseok memijat pelipisnya kemudian banyak-banyak menghirup udara segar, dia susah-susah mencari tempat sepi di taman belakang gedung olahraga untuk menenangkan pikiran tapi malah dikacaukan oleh Taehyung.

Temannya itu mendadak datang entah darimana tepat setelah pantat Hoseok menyentuh permukaan bangku taman. Naas memang tempat itu berdekatan dengan ruang Klub Astronomi dimana Taehyung berada.

Sudah beberapa kali Hoseok bilang ‘ingin mencari udara segar’ tapi tampaknya Taehyung benar-benar tidak peka dan malah duduk di sebelah Hoseok. Tidak cukup dengan mengganggu kesendirian Hoseok, dia mulai mengoceh dan bercerita tentang hal yang belakangan ini terus mengganggu pikirannya. Curhat pada orang yang sedang punya masalah, apa kau bercanda?

Kalau saja Hoseok tidak mengusir lelaki itu dengan cara halus yang sedikit mendekati kasar―berkata kalau dia butuh waktu sendiri dan tidak mau pusing-pusing memikirkan masalah Taehyung―mungkin sekarang kepala Hoseok akan terasa lebih pening.

Yah apa yang kau lakukan disini?”

Gangguan apa lagi ini astaga.. Batin Hoseok. Dia menoleh, melihat mata sipit Min Yoongi yang terlihat semakin sipit saat memandangnya sekarang. “Aku―”

“Tunggu, Hoseok? Kebetulan sekali!”

Sekarang giliran Hoseok yang memicingkan matanya sementara Yoongi menghampirinya lalu duduk di bagian lain bangku taman itu. Entah tadi Yoongi seenaknya menanyakan apa yang Hoseok lakukan disini bahkan tanpa tahu siapa orang yang dia tanyai atau bagaimana.

“Aku baru saja bicara dengan Namjoon, dia punya rencana untuk― Ada apa denganmu? Kau sedang sakit?”

Hoseok menghela nafas entah untuk ke-berapa kalinya hari ini. Yah, setidaknya ada orang yang khawatir padanya. “Dengar, aku sedang menenangkan diri karena lelah memikirkan Jung Hyora. Tapi Taehyung malah datang dan mengoceh tentang Hani yang punya teman laki-laki bernama Mark Tuan dan membuatku semakin pusing. Baru saja dia pergi lalu boom! Ganti kau yang datang kesini.”

“Oh...”

Jawaban singkat Yoongi sejujurnya malah membuat Hoseok semakin geram. “Kalau tidak ada hal penting yang ingin kau katakan lebih baik tinggalkan aku sendiri.”

Yoongi menelan ludah, sepertinya bukan ide bagus untuk memberitahu rencananya dengan Namjoon pada Hoseok saat ini. Dia menepuk bahu temannya itu sebelum beranjak, “Beritahu aku kalau kau sudah merasa baikan. Dan jangan terlalu memikirkan Hyora, dia tidak akan pergi kemana-mana setidaknya untuk tiga tahun kedepan.”



Suara langkah kaki pelan di koridor yang sepi membuyarkan lamunan Jungkook. Tadinya dia tengah melamun sambil memandang keluar jendela yang biasanya dia lakukan saat memikirkan gerakan dance baru namun kali ini karena alasan lain.

Sebenarnya pemandangan Jeon Jungkook yang sedang melamun merupakan salah satu hal yang langka di mata pemilik suara langkah kaki―Yoongi. Dalam hati dia yakin, pasti dirinya akan menemui satu lagi orang yang sedang dalam masalah batin.

“Ada apa Jungkook?”

Beberapa kali mata Jungkook berkedip, kemudian dia teringat perkataan teman-temannya yang lain bahwa Min Yoongi adalah salah satu pendengar yang baik. Kenapa tidak mencoba untuk menceritakan masalahnya? Pikir Jungkook.

“Umm.. Jika orang yang kau sukai mendapat surat cinta dari orang lain, apakah salah untuk mendukungnya?”

Benar dugaan Yoongi. Kali ini dia mulai heran kenapa semua temannya mendadak dilanda masalah batin, semoga saja dia tidak ikut terkena. “Kurasa tidak.”

“Tapi bukankah itu artinya aku akan tertinggal satu langkah dari orang asing?”

“Kalau begitu jangan biarkan dirimu tertinggal.”

“Bagaimana caranya? Aku sudah bilang untuk tidak menolak orang itu, bagaimana aku bisa mengatakan yang sebenarnya padanya?”

Yoongi mengernyit, ini cukup sulit. Jungkook terlalu naif di awal, seharusnya dia lebih banyak berpikir sebelum mengatakan hal yang tidak-tidak. Inilah kenapa Yoongi benar-benar menyukai musik, terkadang sesuatu akan lebih mudah dikatakan melalui musik. Tunggu...

“Katakan lewat musik, Jungkook!”

“Apa?”

“Bernyanyilah untuknya. Kau punya kesempatan. Akan ada pentas seni sebagai penutupan ulang tahun sekolah.”

“Bernyanyi? Tapi―”

“Aku bisa membantumu.”

Senyuman puas tersungging di bibir Yoongi. Namjoon, Hoseok, Taehyung dan Jungkook. Keempatnya memiliki masalah berbeda yang bisa diselesaikan dengan satu cara, musik. Kau jenius, Min Yoongi. Pikirnya dalam hati.


***


Tepat ketika bel pulang berbunyi, Yoongi melesat keluar setelah berkata pada Hwarin “Aku punya urusan” sambil lalu. Tentu saja kalimat itu tergolong kurang jelas untuk dijadikan alasan agar tidak ikut lembur mengerjakan persiapan kelas, tapi sebelum Hwarin sempat berteriak marah sosok Yoongi sudah menghilang di balik pintu.

Mulai Senin sampai Hari-H ulang tahun sekolah di hari Sabtu, segala bentuk kegiatan belajar mengajar dikosongkan demi memberi murid kebebasan untuk melakukan persiapan, bahkan kegiatan Klub juga diliburkan. Sementara itu anggota OSIS akan berada di ruangan mereka atau mungkin dimanapun itu untuk mengerjakan tugas lain, termasuk Kim Namjoon.

Beruntung tidak butuh waktu lama untuk Yoongi mencari temannya itu, karena dia juga sedang berjalan dari ruang OSIS ke kelas. Mereka berpapasan di tengah jalan dan Namjoon cukup terkejut bertemu dengan Yoongi yang begitu bersemangat padahal beberapa jam sebelumnya lelaki lebih terlihat seperti sedang bingung.

“Namjoon, bisakah kita menampilkan dua lagu?”
“Hah? Kenapa?”

“Dengar..” Yoongi menengok sekeliling, tidak begitu ramai tapi persetan karena mencari tempat sepi terlalu memakan waktu, dia akan menjelaskan semuanya pada Namjoon disini saat itu juga.

“Tidak hanya kau yang membutuhkan penampilan ini. Kita punya tiga orang lain yang juga benar-benar membutuhkannya, tapi untuk membantu mereka aku harus memilih lagu lain.”

“Jadi kita tidak memakai lagu yang kupilih?”

“Jika kita tidak bisa menampilkan dua lagu, maka aku yang memilih lagunya.”

“Kalau begitu dua lagu saja.”

Yoongi tersenyum, bersyukur berurusan dengan Namjoon tidak begitu sulit. “Tapi kita perlu dua orang lagi. Satu orang yang bisa melakukan high note dan satu lagi bagian vokal.”

“Oh. Sepertinya aku bisa mengurusnya.”




“Kenapa Yoongi terburu-buru begitu?” Tanya Seokjin sehabis melihat temannya mendadak mencelos pergi tepat setelah bel pulang bebunyi.

Hyeso tidak yakin apakah lelaki itu sedang bertanya padanya, tapi jelas-jelas hanya mereka berdua yang sedang berada di sudut kelas saat itu jadi dia hanya mengendikkan bahu. “Entahlah.”

Rasa-rasanya jawaban singkat itu menyulut api dalam diri Seokjin, sekali lagi Jung Hyeso bersikap dingin padanya. Seingatnya dia tidak melakukan hal yang sekiranya bisa membuat perempuan itu marah, tapi kenapa dia mendadak memperlakukan Seokjin seperti ini?

“Kau punya masalah, Hyeso?”

Hanya itu satu-satunya hal logis yang terpikirkan oleh Seokjin, tidak mungkin Hyeso marah padanya hanya karena Seokjin mendadak menyuapinya tteokbokki tiga hari lalu bukan? Mungkin bisa saja Hyeso sedang mengalami Pra-Menstruation Syndrome, tapi setahunya cara kerja sindrom itu bukan dengan membuat seseorang bersikap dingin tiga hari berturut-turut.

“Tidak.” Sekali lagi jawaban singkat dari Hyeso. Seokjin mendecak.

“Lalu kenapa? Sikapmu aneh belakangan ini.”

Mendengar perkataan Seokjin, Hyeso berkedip beberapa kali. “Tidak apa-apa..”

Baiklah, cukup. Kim Seokjin benar-benar tidak tahan. “Sepertinya kau butuh waktu sendiri, ya? Beritahu aku kalau kau sudah merasa lebih baik.” Lelaki itu kemudian beranjak, melangkah menjauhi Hyeso keluar dari ruang kelas.

Hyeso, masih duduk di lantai, kini memeluk lututnya. Melihat Seokjin pergi semakin jauh darinya membuat dadanya sesak, pemikiran kalau laki-laki itu mungkin tidak keberatan menjauhi Hyeso membuatnya mendadak ingin menangis. Tapi sekarang dia tidak berada di waktu dan tempat yang tepat, tidak mungkin dia menangis di tengah keramaian kelas bukan?

Selama ini dia selalu menghabiskan hari-harinya bersama Seokjin, seiring berjalannya waktu mereka sudah menjadi teman dekat, mungkin menjadi satu-satunya yang memiliki perasaan lebih adalah kesalahan fatal. Hyeso menarik nafas panjang lalu membuangnya, dia tidak boleh bersikap seperti ini..


***


“Jadi, kenapa kita berkumpul disini?”
Jungkook memandangi satu-persatu orang yang mengelilingi meja restoran fast food saat itu. Seokjin yang tidak melepaskan matanya dari daftar menu makanan sedetik pun, Hoseok yang memandang langit malam diluar jendela, Taehyung yang asyik bermain-main dengan botol merica, Jimin yang sibuk dengan ponselnya, serta Yoongi dan Namjoon yang saling pandang bingung harus menjawab pertanyaan Jungkook sekaligus mulai menjelaskan darimana.

“Kami―Aku dan Namjoon―butuh bantuan kalian.” Akhirnya Yoongi membuka mulut.

Semua spontan menghentikan kegiatan mereka masing-masing. “Bantuan apa?” Tanya Jungkook lagi.

“Aku sudah dengar kalau masing-masing dari kalian sedang memiliki masalah sendiri-sendiri, dan aku berinisiatif untuk memberikan bantuan, tapi itu juga berarti kalian harus membantuku.”

Seokjin mengerutkan keningnya. “Bagaimana kau tahu aku punya masalah?”

“Oh kecuali kau. Aku tidak tahu tapi aku tetap butuh bantuanmu. Tunggu, kau punya masalah juga?”

“Ya, seseorang mendadak bersikap buruk padaku belakangan ini.”

“Apa itu Hyeso?” Tanya Hoseok tiba-tiba, Seokjin tersenyum kecil lalu mengangguk.

“Hei.” Lambaian tangan Jimin mengalihkan semua mata. “Rasanya.. Aku tidak punya masalah.”

“Bantuanmu juga kubutuhkan, Jimin.”

“Baik-baik, tolong jelaskan bantuan jenis apa yang kau butuhkan.” Kata Taehyung.

“Kalian tahu saat penutupan ulang tahun sekolah akan diadakan pentas seni? Sepertinya pihak OSIS ingin setiap kelas menampilkan sesuatu, termasuk kelas 1-C. Dan kita yang harus ambil bagian.”

“Maksudmu kita bertujuh yang akan tampil?” Jimin bertanya, kemudian dijawab dengan anggukan Namjoon.

Sedetik kemudian lima mulut bergantian mengatakan berbagai macam bentuk bantahan dan penolakan, tidak menyangka mereka dibawa ke restoran fast food seperti ini untuk dipaksa mengikuti pentas seni. Butuh hentakan keras di meja untuk menenangkan mereka.

“Kalian pernah dengar, ‘sesuatu lebih mudah diungkapkan melalui musik’?” Tanya Namjoon, diikuti anggukan yang lain.

“Aku bisa paham kalau masalah kalian banyak disebabkan oleh perempuan, dan satu-satunya cara tercepat untuk menyelesaikannya adalah dengan musik. Ayolah, kita sudah lama saling mengenal, aku tahu bakat terpendam kalian. Setidaknya kita harus mencobanya lebih dulu.”

Tidak semua orang bisa dengan mudah termakan kata-kata, tapi itu hal yang bagus karena artinya mereka adalah orang yang berpendirian kuat, dan setidaknya Namjoon bersyukur teman-temannya adalah tipe orang yang seperti itu. Hanya saja itu berarti butuh waktu lebih banyak untuk membujuk mereka, apapun yang terjadi Namjoon bertekad mereka harus menyetujui ajakannya.


***


“Kau sungguh tidak keberatan mengambil peran hantu sehari penuh?” Tanya Hwarin.

“Tidak apa-apa.” Choonhee meletakkan ranselnya lalu tersenyum. “Aku butuh tugas yang bisa mengalihkan pikiran.”

“Apa?” Hwarin mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti.

Melihat temannya bingung, Choonhee cepat-cepat menggeleng sambil mengibaskan tangannya. “Tidak, lupakan, kau bisa pergi sekarang.”

Sesuai dengan apa yang dikatakan Choonhee, Hwarin melangkah pergi, meninggalkan perempuan itu yang kini berjongkok memandangi kostum yang akan dia kenakan selama beberapa jam kedepan.

“Choonhee.”

Choonhee tersentak, kepalanya spontan menoleh 90 derajat dan menemukan Jeon Jungkook berdiri tidak jauh dari tempatnya berjongkok.

“Sejak kapan kau disitu?”

Jungkook mengendikkan bahunya. “Baru saja.”

“Kau seharusnya mengetuk pintu dulu, bagaimana kalau kau masuk saat aku sedang berganti pakaian?”

Terdengar tawa pelan Jungkook, bibir Choonhee membentuk senyuman setelah mendengarnya.

“Apa tidak ada surat lain hari ini?” Tanya lelaki itu dengan nada hati-hati, namun masih sempat membuat Choonhee bergeming, dengan itu pula Jungkook mengerti kalau hari ini Choonhee mendapat surat dengan isi paling buruk diantara surat lainnya.

Dengan gentle, dia menarik tangan Choonhee lalu mendudukkannya di satu-satunya kursi yang ada disana. Sementara dirinya duduk dibawah, tepat di depan perempuan itu.

“Jungkook kau seharusnya tidak duduk di bawah.”

Lelaki itu menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Katakanlah.”

Hening menyelimuti mereka berdua sebelum Choonhee akhirnya menghela nafas. “Besok di aula sekolah pukul enam tepat.”

Tidak butuh waktu lama untuk Jungkook menyadari kata-kata Choonhee merupakan isi dari surat yang diletakkan di loker sepatu perempuan itu hari ini. Seperti apa yang sudah dia duga, saat seperti ini akan tiba cepat atau lambat, tapi tetap saja dia tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya.

“Tapi Jungkook..”

“Huh? Apa?”

“Pentas seni akan diselenggarakan besok, di aula sekolah jam lima.”

Informasi yang diberikan Choonhee tidak membantu, tapi malah membuat Jungkook semakin bingung. Kenapa seseorang ingin menyatakan perasaannya di tengah-tengah kegiatan pentas seni? Bagaimana cara orang itu menyatakannya? Tiba-tiba menghampiri Choonhee di tengah-tengah kerumunan?

Jungkook menggigit bibirnya, apapun itu yang jelas dia harus tetap menyemangati Choonhee. Melihat gadis itu menangis benar-benar menyayat hatinya, dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

“Kau ingat aku juga salah satu peserta pentas seni bukan? Kau harus ada disana Choonhee.” Ujarnya sambil meraih tangan Choonhee, menggenggam tangan gadis itu lalu membentuk senyuman di bibirnya.


***


“Selamat datang di rumah hantu kelas 1-C~! Silahkan mengantri di sebelah sini!”

Jimin memperhatikan Rahee yang tengah sibuk melayani pengunjung di pintu masuk kelas mereka, sepertinya tidak ada celah bahkan hanya untuk mengajak perempuan itu bicara. Acara ulang tahun sekolah disini memang selalu ramai karena dibuka untuk umum, jadi orang luar selain murid pun bisa ikut berpatisipasi.

“Jimin kenapa hanya bengong!?”

Bentakan Hwarin membuyarkan lamunan Jimin, dia tersentak saat menyadari perempuan itu mendadak ada di belakangnya, memberinya tatapan mematikan.

“Seharusnya kau bersyukur aku tidak jadi menyuruhmu memerankan hantu, cepat pergi bagikan selebarannya!”

Tanpa menjawab satu patah kata pun Jimin melengos pergi, tidak tahan mendengar beribu kata yang meluncur dari mulut wakil ketua kelasnya itu dengan kecepatan tinggi. Dia sempat bertukar pandang dengan Rahee saat melewati posisi berdiri perempuan itu, yang langsung melempar senyum singkat dan dibalas Jimin dengan pose ‘Fighting!’.


***


Taehyung tersenyum ketika matanya menangkap sosok perempuan dengan seragam olahraga sedang menyeka peluh di dahinya. Kakinya otomatis melangkah menghampiri sosok itu sembari mulutnya meneriakkan sebuah nama. “Hani-ya!”

Orang yang dipanggil menoleh ke segala arah, membuat rambutnya yang dikuncir bergoyang mengikuti gerakan kepalanya. Melihat itu senyuman Taehyung menjadi semakin lebar, teringat akan alasan yang pertama kali membuatnya menyukai gadis itu.

“Oh, Taehyung?” Ujar Hani, baru menyadari keberadaan Taehyung saat lelaki itu sudah berdiri di sampingnya.

Chagi, kapan kau akan memanggilku ‘oppa’?”

Bukannya menyapa, Taehyung malah melempar pertanyaan aneh yang sukses merubah warna pipi Hani, sedetik kemudian Taehyung sudah tidak tahan untuk tidak mencubit pipi gadis itu.

“Aduh! Kenapa kau mencubit pipiku, Taehyung??” Ujarnya sambil mengusap pipinya.

“Karena kau tidak memanggilku ‘oppa’.”

Hani memutar bola matanya. “Boleh aku minta air minummu?”

Tangan gadis itu menunjuk pada sebotol air mineral dingin yang sejak tadi dibawa Taehyung, yang tanpa basa-basi langsung mengulurkan botol tersebut.

“Terima kasih.”

“Apa tugasmu sudah selesai?” Tanya Taehyung.

“Sudah.” Hani membuka tutup botol itu lalu meneguk isinya. “Bagaimana denganmu? Bukannya kau kebagian shift siang?”

Taehyung mendecak kesal. “Ya, Hwarin jahat sekali. Kenapa dia memberi kita bagian tugas di waktu yang berbeda?”

“Dia memang begitu.” Jawab Hani diselingi tawa kecil, teringat bagaimana Taehyung bersusah payah mendesak Hwarin agar mereka diberi tugas di waktu yang bersamaan tapi sama sekali tidak digubris. “Lebih baik kau cepat ke kelas atau Nona Wakil Ketua akan marah-marah lagi.”

Setelah menerima kembali botol minuman dari tangan Hani, Taehyung melambaikan tangan lalu berlari kecil menyusuri koridor. Namun tak beberapa lama dia teringat kalau minuman yang sedang dia bawa sejak awal memang dia beli dengan tujuan nantinya akan diberikan pada Hani, kenapa dia sekarang malah membawanya lagi?

Umpatan pelan meluncur dari mulutnya, dia segera berputar balik sekaligus menambah kecepatan berlarinya dengan harapan Hani masih berada tidak jauh dari tempatnya tadi berdiri.



“Kim Hani!”

Ada yang memanggil namanya lagi. Kali ini jelas bukan suara berat Taehyung, melainkan suara yang terdengar asing namun samar-samar dikenalinya. Hani menoleh, senyumnya merekah mendapati seorang lelaki tinggi berambut pirang berjalan ke arahnya.

Oppa?? Kenapa kau ada disini?”

Lelaki itu tertawa, menampakkan deretan giginya yang rapi. “Apa aku tidak boleh mengunjungimu?”

“Boleh, sih. Tapi kau seharusnya memberitahuku lebih dulu.”

“Yang lebih penting, apa kau sedang sibuk?”

“Beruntung shift ku baru saja selesai. Aku akan mengajakmu berkeliling, Mark-oppa.”


***


Untuk keempat kalinya di hari ini Rahee mendapati Jimin tiba-tiba saja mendekatinya. Pertama, saat dia masih sibuk menyambut pengunjung di depan pintu masuk rumah hantu. Kedua, saat antrian disana sudah sedikit berkurang. Ketiga, saat dia hendak membeli air mineral untuk teman-temannya. Dan keempat, sekarang saat dia baru saja selesai dengan shift paginya.

Rahee sudah menghafal gerak-gerik Jimin walaupun pada dasarnya tidak ada niatan untuk melakukan itu. Laki-laki itu mendadak muncul entah darimana, sepertinya berniat mengagetkan Rahee namun sialnya Rahee selalu menyadarinya lebih dulu. Sambil tersenyum tak berdosa dia akan mendekati Rahee kemudian berbasa-basi sebentar, sebelum mengatakan alasan utama kedatangannya yang merupakan sebuah pertanyaan berisi delapan kata.

“Apa kau mau pergi ke café kelas 1-F?”

Fakta bodohnya adalah Jimin mengatakan itu saat Rahee jelas-jelas sedang sibuk. Oke, sekarang mungkin saat-saat yang baru bisa dibilang tepat untuk mengajak Rahee, dan inipun setelah dia mengatakan pada Jimin dengan jelas agar kembali-lagi-saat-aku-sedang-tidak-sibuk.

Bukan berarti menyuruh Jimin ‘kembali lagi’ adalah tanda bahwa Rahee memang meng-iyakan ajakan temannya itu, dia bahkan tidak tahu kalau kelas F membuat café apalagi alasan kenapa Jimin begitu ingin mengajaknya kesana. Hanya saja, sebagai teman yang baik (dan karena Rahee memang sudah lapar) mau tidak mau dia mengikuti langkah pelan Jimin ke kelas 1-F yang ada di ujung koridor.

“Bagaimana rencana pentas seni-nya?”

Jimin menaikkan sebelah alisnya, tidak begitu menyangka Rahee akan menanyakan hal itu. “Kurasa hanya tinggal latihan saja.. Ini semua berkat kerja keras Yoongi.”

“Ah.. Pantas aku tidak melihatnya sejak pagi.”

“Karena itu kau harus menontonnya besok!”

“Tentu saja.” Ujar Rahee lalu memandang sekeliling, tanpa disadari mereka sudah sampai di depan kelas 1-F.

Mata Rahee melebar, tidak menyangka dengan apa yang dia lihat. Café kelas F bukanlah café biasa, melainkan sebuah Butler Café dimana semua pelayannya merupakan laki-laki, berkebalikan dengan Maid Café

Biasanya, pengunjung Butler Café kebanyakan adalah perempuan karena, kau tahu lah.. Fakta itu membuat Rahee melirik Jimin sambil mengingat kembali bagaimana lelaki itu begitu bersemangat mengajaknya kesini. Apa yang salah dengan temannya yang satu ini?

Ruangan kelas F sudah dimodifikasi sedemikian rupa sampai tidak menyisakan kesan kalau sebenarnya itu adalah ruang kelas. Jimin duduk di salah satu meja dekat jendela, diikuti Rahee yang masih sibuk mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Suasana sedang ramai dan seperti yang sudah diduga, semua pengunjungnya adalah perempuan.

“Jim..” Panggil Rahee lirih.

“Hm? Apa? Dompetmu ketinggalan?”

Rahee menelan ludah, memberanikan diri untuk mengungkapkan isi pikirannya. “Apa kau―”

Gay?

“Oh, Seungcheol?”

Ucapan Rahee terpotong karena kedatangan seorang butler, yang langsung disadari oleh Jimin sampai disebut namanya. Sepertinya dia salah seorang kenalan Jimin. Ketika Rahee menengok, orang yang dipanggil Seungcheol ini berambut hitam dengan seragam pelayan dan dasi kupu-kupu yang cocok dikenakannya, dalam hati Rahee menahan diri untuk tidak berpikir kalau selera Jimin lumayan bagus.

“Kau.. Siapa ya?”

Jawaban dari laki-laki itu membuat Rahee spontan membuang muka, berusaha menahan tawanya diam-diam.

“Astaga, kau tidak ingat? Aku Park Jimin!”

Terjadi jeda sesaat sebelum Seungcheol menjentikkan jarinya. “Oh! Jimin!”

Jimin mengangguk-angguk sambil tersenyum senang.

“Kau teman Soonyoung, bukan? Mau kupanggilkan Soonyoung?”

Detik itu juga Rahee terdiam, tidak jadi tertawa karena satu fakta lain langsung membuatnya sadar dengan situasi yang sebenarnya.

Tidak. Tentu saja Jimin bukan gay. Alasan kenapa Jimin bersikeras menyeret Rahee kesini, ke kelas 1-F yang merupakan Butler Café dimana jarang sekali ada laki-laki yang mengunjunginya adalah salah satu dari rencana Jimin. Temannya itu nampaknya masih berusaha mewujudkan impiannya untuk menjadi mak comblang, dia benar-benar ingin mempertemukan Rahee dengan Kwon Soonyoung yang membuatnya terlihat seperti seorang hard shipper di mata Rahee.

Namun Rahee tidak setuju, sejak awal memang sudah begitu. Entah apa yang dikatakan Jimin pada Seungcheol sampai laki-laki itu melangkah pergi, yang jelas Rahee tidak mau dan tidak akan mau Jimin menjadi mak comblang-nya.

“Nah, kau bilang apa tadi Rahee?”

Dia harus pergi dari sini secepatnya.

“Maaf Jim, aku lupa sesuatu di kelas.” Rahee berucap kemudian beranjak dari tempat duduknya, berjalan keluar ruangan mengabaikan Jimin yang masih berada di kursinya.



Ketika Hoseok memberitahu Rahee kalau ada satu pengunjung yang terpeleset genangan darah palsu di dalam rumah hantu tepat setelah dirinya berlari kabur dari Jimin yang kemungkinan masih jauh di belakangnya, Rahee diserbu rasa panik.

Orang yang mengusulkan ide untuk memberi genangan darah palsu adalah dirinya, jika ada kecelakaan karena properti cair itu maka yang patut disalahkan adalah Rahee. Dalam hati dia ingin berlari lagi, menjauh dari sana seolah tidak menyadari apapun karena sejujurnya dia belum siap disalahkan.

Namun itu berarti dia lari dari tanggung jawab, dan orang tuanya telah mendidiknya selama 16 tahun bukan agar dia bersikap tidak bertanggung jawab seperti ini. Dihadapkan sekali lagi dengan situasi buruk membuatnya pusing, setelah menelan ludah dengan susah payah dia melangkah masuk ke dalam.

“Rahee! Pas sekali!”

Rahee melompat kaget, dia bukan tipe orang penakut tapi melihat temannya―Choonhee―mendadak muncul memakai kostum hantu di tempat seperti ini  mau tidak mau membuatnya terkejut.

“Maaf mengagetkanmu. Seseorang terpeleset disana dan tidak ada yang bisa mengosongkan jadwal mereka untuk membawa orang itu ke ruang kesehatan.”

“Ah, ya, dimana dia?”

Choonhee menyibakkan wig panjangnya, lalu menunjuk jalan dengan cahaya remang-remang di depan. “Kau lurus saja, Hyora sedang ada disana.”

Setelah berterima kasih pada Choonhee, Rahee mempercepat jalannya mengikuti arah yang ditunjuk temannya tadi. Rasa lega karena tampaknya tidak ada yang menyalahkan dirinya cukup untuk membuat rasa paniknya tergantikan dengan rasa lega.

“Hyora!” Panggil Rahee setelah matanya menangkap sosok Jung Hyora tidak jauh dari posisinya sekarang. Perempuan itu menuntun seorang laki-laki, pencahayaan yang kurang membuat Rahee harus memicingkan matanya bahkan untuk menyadari kalau laki-laki itu memiliki rambut pirang.

Semakin ke sini semakin perasaan Rahee bercampur aduk. Degup jantungnya bertambah cepat, walaupun suhu udara tidak begitu panas tapi keringat dingin mulai meluncur menuruni pelipisnya. Dia bahkan mencubit lengannya agar tidak sekali-sekali berpikir untuk menghentikan langkah kakinya.

Semoga dugaannya salah. Semoga lelaki berambut pirang di sekolah ini tidak hanya ada satu. Semoga usahanya kabur dari café kelas 1-F tidak sia-sia.

Namun tidak ada satu pun dari ketiga harapan itu yang terkabul.

Dugaannya benar. Hanya saja belum pasti apakah hanya ada satu murid yang berani mengecat pirang rambutnya di sekolah ini. Yang jelas usaha kabur Rahee sia-sia. Karena orang yang dia hindari ada disini. Orang yang terpeleset genangan darah palsu itu adalah Kwon Soonyoung.




***
To Be Continued










(A/N)


Haloo maaf lama ga update, banyak tugas :") Ini aja aku baru bisa nulis pagi ini berhubung udah janji juga bakal selesai in minggu ini. Maaf juga karena pembagian scene disini berasa kurang rata, banyak Rahee nya yha LOL. Makasih buat kalian yg setia nungguin.

Kalau ada yg kurang paham nih. Jadi anak Bangtan ceritanya bakal tampil bertujuh di pensi, pertama cuma rapper-line doang perform lagu hiphop, baru kemudian bertujuh perform lagu yg dianggep Suga bakal menyalurkan perasaan mereka masing2. Terus soal Mark yg mendadak dateng, udah jelas ya karena Taehyung balik nyamperin Hani niat ngasih minuman berarti dia bakal ngelihat pacarnya sama cogan itu HAHA /apa/ Kalau masih ada yg ga dimengerti silakan tanya aja, Insya'allah kujawab tanpa spoiler.

Sekian A/N panjang kali ini semoga kalian masih berniat nunggu2 chapter selanjutnya, yah walaupun aku gayakin bisa update dalam seminggu kayak dulu. Ngomong2 kayaknya habis ini mungkin kutamatin deh, gatau lagi ding HAHA MIAN BHAY xoxo.

Comments