BTS Fanfiction - Vector of Fate (Part 5)


5


Hujan.

Rahee melirik ke arah jendela di seberang tempat duduknya, baru terhitung sekitar dua jam sejak bel masuk berbunyi, tadi pagi matahari bersinar begitu cerah tapi mendadak mulai mendung dan sekarang hujan turun deras sekali. Song Rahee sudah berusaha fokus pada guru yang masih setia menjelaskan panjang lebar materi Matematika di pertemuan kedua dengan murid-murid kelas 1-C, tapi mata Rahee benar-benar terasa berat sekaligus menolak untuk terus-terusan menatap papan tulis.

Memang pada dasarnya dia benar-benar tidak suka Matematika, tidak hanya Matematika tapi juga pelajaran lain yang dipenuhi angka-angka dan rumus. Ketidaksukaan itu ditambah dengan keadaannya sekarang yang sedikit kurang tidur gara-gara semalam berkutat dengan novelnya. Dia sudah meyakinkan diri sendiri untuk tidur tiap melirik jam dinding kamarnya, tapi hal itu langsung terabaikan saat matanya menatap buku kembali, berhubung itu juga pertama kalinya dia membaca The ABC Murders milik Agatha Christie.

Bukan hal yang bagus kalau seorang siswi baru sepertinya ketahuan tidur saat pelajaran, jadi untuk mengusir rasa kantuk Rahee memilih memandangi hujan di luar jendela. Sebenarnya dia suka suasana saat hujan deras seperti ini, yang penting dia tidak terancam kebasahan maka dia suka-suka saja (?)

Sambil melamunkan cerita yang ia baca semalam, Rahee mendadak bertanya-tanya apa hanya dia yang tidak memperhatikan guru saat ini? Yah, tidak juga sih, hal yang lumrah bagi remaja sekarang untuk tidak menyukai Matematika jadi jika dilihat baik-baik cukup banyak juga murid di kelas 1-C yang mengacuhkan penjelasan guru mereka, ada pula yang mendengarkan tapi masuk telinga kanan-keluar telinga kiri.

Posisi bangku Rahee ada di deretan yang paling dekat dengan pintu, dimana terdapat jendela memanjang di dinding yang membatasi kelas itu dengan koridor. Jendela itu adalah jenis jendela besar yang sangat panjang, membuatmu bisa melihat dengan jelas koridor di luar begitupun orang di luar bisa melihat dengan jelas kedalam kelas, panjangnya mulai dari bangku terdepan yang ditempati Jungkook tepat di depan Rahee sampai ke bangku paling belakang. 

Rahee tiba-tiba menyadari kalau dia bisa lebih leluasa memandang hujan dari jendela yang berada di koridor, lagipula tidak akan ada yang lewat di jam-jam pelajaran seperti ini kecuali satu-dua orang guru.

Dia baru saja menoleh ke arah jendela di sampingnya ketika seseorang lewat di koridor. Matanya membulat, dia mengenali orang itu. Rambut pirang dan mata segaris, tidak salah lagi itu adalah lelaki yang ditabraknya tiga hari lalu, lelaki yang Rahee beri minuman karena dia sedang cegukan.


Entah sudah berapa banyak cuilan penghapus yang melayang ke arah Jimin, dia sudah berusaha bersikap cuek walaupun sebenarnya tahu betul kalau orang yang melempar cuilan-cuilan itu adalah Kim Taehyung. Temannya itu duduk dua bangku di sebelah kanannya, entah terlalu bosan atau apa dia tidak bisa berhenti mencuil karet penghapusnya lalu melemparnya ke arah Jimin, hanya ke arah Park Jimin.

Fakta itu sedikit membuat Jimin kesal, diantara semua orang di kelas kenapa harus Jimin? Memang dia sedikit bersyukur karena Taehyung tidak melemparnya ke arah Hoseok, benar-benar tidak lucu kalau Hoseok marah-marah disaat seperti ini. Dalam hati dia heran apakah penghapus-penghapus itu tidak mengenai Park Choonhee yang duduk diantara mereka berdua.

Sebagai manusia normal, kesabaran Jimin lama-kelamaan menipis. Awalnya memang dia tidak begitu peduli, masih berusaha memperhatikan gurunya menulis rumus Matematika di papan tulis, seiring berjalannya waktu semakin banyak potongan-potongan kecil yang melayang mengenai seluruh tubuh Jimin. Tepat saat salah satunya mengenai mata Jimin, dia melirik tajam pada Taehyung, membuat lelaki itu sedikit bergidik dan menghentikan kegiatannya memotong-motong karet penghapus dengan penggaris besi.

Jimin bisa sedikit tenang karena setelah itu hujan penghapus tergantikan oleh hujan nyata yang bisa dia lihat di luar jendela, hujan begitu deras sampai-sampai guru Matematika mereka menyuruh Namjoon yang duduk di bangku belakang menutup satu-satunya jendela yang terbuka di dekat tempat duduknya.

Saat itulah Jimin melihatnya, dia adalah salah satu murid kelas lain yang berteman lumayan baik dengan Jimin setelah mereka berkenalan di Klub Dance. Namanya Kwon Soonyoung. Lelaki itu melewati koridor membawa setumpuk kertas, sepertinya dia dimintai tolong oleh guru. Dia menyadari tatapan Jimin lalu menoleh dan tersenyum senang sambil melambaikan salah satu tangannya, Jimin membalas lambaian itu saat mendadak Soonyoung berhenti. Awalnya Jimin mengira temannya itu ingin mengatakan sesuatu yang penting padanya, tapi yang dilakukannya hanyalah diam di tempat.

Jimin memutuskan untuk mengikuti arah pandangan Soonyoung, mata lelaki itu melekat pada sosok perempuan yang duduk di sebelah Jimin, Song Rahee. Sementara Soonyoung masih tidak berkutik, Rahee sendiri sibuk melamun, melihat kedua orang itu membuat otak Jimin berputar, apa mereka saling kenal? Sesaat kemudian entah tersadar dari lamunannya atau memang merasa sedang diperhatikan, Rahee menoleh ke arah koridor dimana Soonyoung sontan tersentak dan mengalihkan pandangannya.

Soonyoung kembali berjalan, dan sekarang giliran Rahee yang tidak melepaskan pandangannya pada Soonyoung sampai sosok lelaki itu tidak terlihat lagi. Menarik sekali..



“Aku ingin pelajaran di luaaarr~” Terdengar rajukan Park Choonhee yang kemudian membenamkan kepalanya di meja perpustakaan.

Jin hanya bisa tersenyum sambil membolak-balik buku yang baru saja dia ambil dari rak. “Mau bagaimana lagi, di luar sedang hujan jadi pelajaran Biologi kita hari ini diganti ke perpustakaan.”

Setelah istirahat makan siang kelas 1-C seharusnya melangsungkan pelajaran Biologi outdoor, tapi dikarenakan hujan deras yang masih belum reda mengharuskan mereka tetap di dalam ruangan, walaupun itu berarti mereka berpindah kelas ke perpustakaan karena guru Biologi bersikeras ingin membuat suasana baru. Setidaknya itu sedikit menyenangkan beberapa murid yang bosan berada di kelas.

Yang mereka lakukan disana adalah merangkum materi yang bisa mereka cari di deretan buku-buku perpustakaan, dan sebelum itu guru sudah membagi mereka menjadi empat kelompok sesuai deretan bangku di kelas. Masing-masing kelompok sudah diberi materi sendiri, karena guru Biologi juga menjabat sebagai kepala bagian fasilitas beliau izin untuk mengurus beberapa masalah yang mungkin terjadi karena hujan deras hari itu, para murid kelas 1-C berada dalam pengawasan penjaga perpustakaan.

Suara hujan benar-benar tidak terdengar karena ruangan itu difasilitasi dengan peredam suara, tapi Hwarin masih bisa melihat langit yang benar-benar gelap dan air yang seolah tumpak dari atas sana saat dia menoleh keluar jendela disela-sela pencarian bukunya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, teman-teman satu kelompoknya juga sibuk mencari buku, namun mulut mereka yang tidak bisa berhenti mengoceh membuat Hwarin mengerutkan dahinya. Kim Taehyung, Kim Namjoon dan Min Yoongi benar-benar tiga lelaki yang banyak omong.

“Setelah ini apa aku boleh ke rak bagian astronomi?”

Yoongi mendecak mendengar pertanyaan Taehyung. “Yang penting selesaikan dulu tugasmu.”

Itu bukan jawaban yang dilontarkan dengan nada ceria ataupun ramah, tapi sukses membuat Taehyung semakin semangat mencari buku, hanya saja celotehannya tetap belum bisa berhenti. “Sebenarnya beberapa hari lalu aku sudah meminjam buku bagus tentang rasi Ophiucus pada salah satu seniorku di klub, isinya benar-benar bagus dan akurat, aku sampai takut tidak akan mendapat buku sebagus itu lagi. Tapi saat kubaca di internet―”

Namjoon dan Yoongi sudah mengenal Kim Taehyung dengan baik, daripada memberi jawaban atas topik pembicaraan Taehyung yang sulit dimengerti mereka lebih memilih untuk pura-pura mendengarkan padahal sebenarnya mereka sibuk berbicara sendiri.

“Jadi bagaimana perkembangan lirikmu?”

Namjoon menghela nafas panjang, sebenarnya ini bukan topik yang sedang ingin dibicarakannya. “Entahlah, inspirasiku menghilang entah kemana.”

“Tumben sekali.” Yoongi menaikkan sebelah alisnya, yang hanya dibalas Namjoon dengan mengangkat bahu. Tanpa sadar obrolan singkat mereka telah didengar oleh Lee Hwarin, yang sekarang sedang kaget dalam diam /apa/ Mendengar kata ‘lirik’ membuat perempuan itu terkejut, tentu saja benar-benar terkejut.

Selagi Hwarin tenggelam dalam pikirannya, Yoongi memutuskan untuk pergi mencari di rak buku lain diikuti Taehyung tapi diam-diam lelaki itu berbelok ke arah rak astronomi. Saat Hwarin tersadar tau-tau saja Namjoon sudah ada di sebelahnya, berjongkok mengamati satu-persatu buku tanpa ada yang luput dari pandangannya. Tangannya meraih sebuah buku dengan judul panjang berembel-embel ‘SAINS’, membuat Hwarin spontan bertanya. “Oh kau sudah menemukan satu?”

Lelaki itu berdiri dan mengangguk. “Bagaimana denganmu?”

Sebenarnya Hwarin sudah menemukan sebuah buku sejak Taehyung mulai membicarakan tentang Ophiucus tadi, tapi niatnya untuk kembali ke meja kelompoknya teralihkan saat mendengar percakapan Namjoon dan Yoongi. Dengan sedikit gugup dia mengiyakan pertanyaan Namjoon sambil memperlihatkan buku yang ada di tangannya.

“Boleh kulihat dulu?” Tanya Namjoon, tapi sebelum Hwarin menjawab dia sudah mengambil buku itu lalu membuka halaman dimana tertera daftar isi.

Tak lama kemudian dia menutup buku itu dan berkata, “Materi yang ditulis disini sama seperti yang ada di buku milikku, kau tidak keberatan kan kalau kita mencari buku lain? Kurasa sia-sia saja memilih dua buku berbeda tapi isinya sama.”

Hwarin sempat tertegun tapi cepat-cepat mengangguk, setelah itu Namjoon menanyakan dimana dia mengambil buku itu, dia menunjuk celah diantara deretan buku dan Namjoon segera menaruh kembali buku tadi di tempatnya. “Kali ini aku akan membantumu mencarinya.”

Keadaan kembali hening ketika mereka berdua kembali terlarut dalam kegiatan masing-masing. Di tengah keheningan itu tiba-tiba ponsel Hwarin menjerit nyaring menandakan ada telepon masuk, gadis itu gelagapan karena takut ringtonenya terlalu keras, dia benar-benar lupa mengubah ponselnya menjadi keadaan silent tadi.

Namun sebelum Hwarin menggeser layar untuk mengangkat telepon Namjoon membuka mulut, menanyakan sesuatu yang membuat Hwarin bersyukur tetap menyalakan ringtonenya tadi. “Hwarin.. Kau suka hiphop?”


Hani mengangkat alisnya, baru menyadari sebuah perubahan dalam diri Jung Hyeso yang juga baru kali ini dia lihat. Perempuan yang selalu memakai sweater berwarna baby pink itu hari ini secara tidak biasa memakai sebuah cardigan biru tua, seingat Hani temannya itu bukan tipe orang yang mudah berganti-ganti penampilan.

“Hyeso?”

“Hmm..? Ya?” Hyeso menghentikan kegiatan menulisnya, mendapati Kim Hani berdiri de depannya membawa setumpuk buku, sepertinya dia baru selesai mencari buku-buku berisi materi Biologi untuk kelompok mereka.

Perempuan itu menaruh buku-buku yang dia bawa sebelum duduk di kursi yang berseberangan dengan tempat duduk Hyeso sebelum bertanya lagi. “Tumben sekali aku melihatmu memakai cardigan.”

Mendengar perkataan itu Hyeso langsung melihat ke arah cardigan yang dia pakai lalu tertawa kecil. “Sweater ku sedang dicuci.”

“Bukannya kau biasa mencucinya di akhir minggu?”

“Iya, tapi kemarin lusa sweaterku terkena noda saus.”

“Eh? Kenapa bisa begitu?”

Kali ini pertanyaan Hani mengingatkan Hyeso pada kejadian yang menimpanya dua hari sebelumnya, dimana dia sedang menunaikan kegiatan klub tapi malah berakhir apes. Dia memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Hani, mulai dari keterlambatannya datang ke klub yang membuat dia terpaksa kebagian tugas di Klub Memasak sampai sebuah adonan yang tiba-tiba melayang lalu mendarat tepat di atas mangkuk saus di depannya.

Hani mendengarkan dengan saksama, tapi dia tidak bisa menahan tawanya saat tahu kalau penyebab kesialan Hyeso adalah Kim Seokjin, teman sekelas mereka. Apalagi saat Hyeso bilang semua kejadian itu mungkin karma karena dia terlalu sering menertawakan Jin yang wajahnya terkena semprotan air selang.

“Oh iya, bukankah seharusnya dia yang membersihkan sweatermu? Dia kan yang menyebabkan sweatermu kotor begitu.”

Hyeso tertegun.

“Sungguh, aku minta maaf” Jin membungkukkan tubuhnya dalam-dalam, melihat lelaki itu meminta maaf sedemikian rupa membuat rasa kesal Hyeso sedikit memudar. “Aku benar-benar tidak tahu kalau adonannya akan terlempar sejauh itu, dan aku juga tidak tahu kalau kau berdiri disana.”

Hyeso menghela nafas, wajahnya masih berlepotan saus dimana-mana, begitu juga sweater kesayangannya yang bahkan lebih parah lagi. Dia berpikir untuk memaafkan Jin karena memang Jin sendiri sudah minta maaf, tapi kan tidak semudah itu..

Dia belum sempat menjawab saat mendadak Jin mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, lelaki itu menyodorkan sebuah sapu tangan yang kemudian disadari Hyeso kalau benda itu adalah miliknya.

“Ingat saat hari pertama kita masuk? Choonhee meminjamkanku sapu tanganmu, aku ingin mengembalikannya tapi aku selalu lupa. Ini, terima kasih.”

Tangan Hyeso terulur, dengan sedikit ragu dia mengambil selembar kain tipis itu, dengan Jin yang menambahkan kalau dia sudah mencucinya sebersih mungkin.

Setelah itu Hyeso cepat-cepat membersihkan wajahnya, saat sapu tangan itu menyentuh kulitnya dia bisa mencium aroma lembut bunga mawar, sejujurnya dia sedikit terkejut karena jarang-jarang seorang laki-laki memakai detergen beraroma mawar. Hyeso baru selesai membersihkan seluruh wajahnya saat matanya melihat Jin tersenyum padanya sambil berkata, “Tolong biarkan aku membersihkan sweatermu juga, anggap saja sebagi permintaan maaf.”

Semua ingatan itu tanpa sadar membuat Hyeso tersenyum. “Ya, dia yang membersihkan sweaterku.”


“Kita tidak sekelompok, jadi berhentilah mengikutiku Jimin.” Jeon Jungkook mendesah setelah beberapa saat bersabar menghadapi Jimin yang sedari tadi mengekor kemanapun dia pergi.

Sementara itu Jimin malah memasang ekspresi memelas, padahal jawabannya serasa tidak cocok dengan ekspresi yang dia perlihatkan. “Aku tidak mengikutimu Jungkook.”

“Apa maksudmu? Dari kelas ke perpustakaan, dari meja kelompok kita yang berseberangan ke rak buku di sudut sana, lalu dari sana kesini. Apa menurutmu itu bukan mengikuti?”

Jimin tidak menjawab, tapi masih memasang ekspresi yang sama. Jungkook mengaku kalau ekspresi Jimin malah membuatnya semakin geram, kemudian matanya menangkap sosok Jung Hoseok dan Kim Taehyung yang secara tidak sengaja bertabrakan, sedetik kemudian kedua orang itu sudah memasang wajah saling bermusuhan, mereka memberi Jungkook sebuah ide.

“Coba kau lihat disana,” Jimin menengok ke arah yang ditunjuk oleh Jungkook, “sepertinya hal buruk akan segera terjadi.”

“Kau benar, kita harus memisahkan mereka segera.”

Dengan itu Park Jimin langsung berlari kecil menghampiri dua sejoli temannya yang sudah terlihat seolah akan saling menembakkan sinar laser dari mata mereka yang saling melotot satu sama lain. Satu-satunya hal yang tidak dia ketahui adalah Jungkook tadi berlari ke arah yang berlawanan dengannya.

“STOP!”

Secara bersamaan Taehyung dan Hoseok menoleh ke arah sumber suara, Park Jimin yang baru saja datang mendadak sudah berdiri diantara mereka berdua. “Hoseok tolong jangan mulai berteriak-teriak marah disini dan Taehyung tolong kau cepat pergi jauh-jauh.”

“Hah? Kau mengusirku?” Terdengar nada marah dalam suara Taehyung.

“Bukan, aku hanya tidak ingin kalian membuat keributan saat pelajaran, apalagi sekarang kita sedang berada di perpustakaan.”

Pernyataan Jimin membuat kedua orang itu terdiam, Jimin mengira setelah ini Taehyung akan segera berjalan pergi tapi yang ada dia malah mendengar tawa Hoseok. “Yah! Aku juga masih tahu tata krama, siapa yang bilang kami akan membuat keributan?”

Taehyung ikut tertawa. Sekarang Jimin mulai merasa malu sendiri, padahal niatnya tadi baik. Dengan gugup dia mengalihkan topik pembicaraan ketika dia menyadari sesuatu, “Dimana Jungkook?”

Mereka bertiga kembali terdiam, Jimin masih berusaha menyembunyikan rasa malunya sementara Taehyung sudah mulai menoleh kesegala arah mencari sosok Jeon Jungkook. Kedua orang itu menoleh saat Hoseok membuka mulut, “Kau tadi mengekor Jungkook? Tentu saja dia sudah pergi, kau tahu dia tidak suka kau mengikutinya begitu kan?”

Harga diri Park Jimin seolah baru saja diinjak-injak.


Ada beberapa saat dimana hati Min Yoongi tergerak untuk melakukan hal-hal baik, contohnya hari ini. Tadi dia meninggalkan Namjoon yang terlihat seperti butuh waktu sendirian setelah dia sempat menyinggung tentang lirik baru yang ditulis temannya itu beberapa hari sebelumnya, kemudian sekarang sudah ada empat buku berisi materi untuk kelompoknya yang dia temukan sendiri dalam waktu lumayan singkat. ­Terkadang juga Yoongi curiga kalau sebenarnya dia itu jenius. /gak/

Yoongi sedang berjalan kembali ke meja dimana anggota kelompoknya yang lain duduk, dia mengakui kalau dirinya sudah menelusuri perpustakaan yang luas itu cukup dalam, setidaknya dia beryukur karena tidak tersesat (lagipula orang macam apa yang tersesat di perpustakaan sekolah sendiri?).

Matanya menangkap seorang perempuan yang dengan susah payah berjinjit untuk mengambil buku yang berada di rak paling atas, dengan tingginya yang tidak seberapa perempuan itu terlihat kesulitan. Seperti yang sudah dijelaskan tadi, hati Yoongi sedang tergerak untuk berbuat kebaikan, jadi melihat perempuan itu jelas saja dia ingin membantu. Memang Yoongi tidak setinggi teman-temannya yang lain, tapi dia yakin tangannya bisa menggapai rak paling atas.

Dia tengah berpikir tentang dimana dia harus menaruh empat buku tebal yang sekarang dibawanya saat terdengar suara buku jatuh, Yoongi menoleh lalu mendapati perempuan tadi sudah berhasil mengambil sendiri buku yang dibutuhkannya tapi dengan resiko beberapa buku lain ikut jatuh ke lantai.

Tadi posisi perempuan itu membelakangi Yoongi sehingga Yoongi tidak bisa mengenalinya, namun sekarang dia berbalik dan memunguti buku-buku yang terjatuh di lantai jadi Yoongi tahu kalau dia adalah Song Rahee. Sejujurnya Yoongi sedikit geli memikirkan bagaimana cara gadis itu mengambil bukunya tadi, bisa-bisanya dia menjatuhkan buku-buku sebanyak itu.

Tentu saja Yoongi masih punya niatan baik, kalau tidak bisa membantu mengambil maka dia akan membantunya membereskan buku-buku itu. Hanya saja kali ini seorang Jeon Jungkook mendahuluinya, lelaki itu tau-tau datang entah darimana langsung berjongkok membantu Rahee memungut buku-buku tadi.

Yoongi menghela nafas, entah kenapa saat dia ingin berbuat baik malah banyak yang menghalanginya.


***


Bel berbunyi tiga kali, artinya sudah waktunya pulang, tapi di luar sana hujan masih turun walaupun tidak se-deras tadi. Tetap saja sih hujan itu menghalangi sebagian murid yang tidak membawa payung, memang hari itu adalah hari terakhir mereka memakai seragam dan mereka bisa langsung mencucinya tanpa takut terlambat kering tapi jarang ada yang nekat menembus hujan kecuali memang sedang ingin hujan-hujanan. Salah satunya adalah Jeon Jungkook.

Sebut saja Jungkook childish, tapi memang sudah lama sekali semenjak terakhir kali dia merasakan kesenangan karena diguyur air hujan. Dia benar-benar bersemangat sampai-sampai saat menyampirkan tas ranselnya ke punggung, benda itu mengenai botol minuman kosong milik Rahee yang diletakkan gadis itu di meja. Jelas saja botol itu langsung jatuh, namun saat Jungkook meminta maaf dan hendak mengambilnya Rahee malah berteriak seolah tidak ada yang boleh memegang benda itu kecuali dirinya, walaupun sebenarnya gadis itu akhirnya hanya berkata “Tidak usah aku bisa melakukannya sendiri.”

Dia sudah kembali berdiri tegak saat telinganya menangkap suara Choonhee yang mengobrol dengan Jin.

“Apa kau membawa payung?” Tanya gadis itu.

“Entahlah..” Jawaban Jin begitu menggantung tapi kemudian lelaki itu mengaduk isi tasnya, dia tersenyum mendapati sebuah payung kecil yang tanpa sepengetahuannya sudah ada di dalam sana. “Sepertinya Ibuku sudah menyiapkannya.”

Jungkook tidak tahu kenapa dia merasa aneh memikirkan bagaimana reaksi teman-temannya (terutama Choonhee, entah kenapa) kalau mereka tahu Jungkook lebih memilih berlari menerobos hujan hari ini, jadi selagi belum ada yang keluar dari kelas Jungkook berinisiatif untuk pulang lebih dulu.

Teman-temannya kebanyakan sudah membawa payung sendiri, satu-satunya yang terlihat tidak meyakinkan di mata Jungkook adalah Hoseok. Dia langsung memanggil nama temannya yang langsung menoleh, setelah berteriak “Tangkap!” Jungkook melemparkan payungnya pada Hoseok lalu melesat keluar ruangan.

Sebenarnya saat itu Choonhee mulai memperhatikan sejak Jungkook memanggil Hoseok, gadis itu larut dalam pikirannya, memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang membuat Jungkook melempar sebuah payung pada Hoseok, sampai suara Hyeso menyadarkannya. “Choonhee, ayo pulang!”


“Aku duluan ya~!” Hwarin melambai ke arah Hani yang sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Dia melangkah keluar kelas dan mendapati Rahee sedang berdiri disamping pintu kelas mereka, tidak berhenti menoleh ke kanan dan kiri. “Rahee? Apa yang kau lakukan disini?”

“E-eh? Tidak ada apa-apa, kau mau pulang? Hati-hati ya” Gadis itu tersenyum singkat pada Hwarin lalu segera masuk ke kelas lagi, sejujurnya Hwarin sedikit merasa aneh tapi dia cepat-cepat menyingkirkan prasangka buruk pada temannya itu.

Sementara itu di dalam kelas Hani baru saja selesai mengemas barangnya, dia dan Rahee bergegas pulang berhubung mereka juga takut kalau-kalau hujan jadi semakin deras lagi. Secara kebetulan, Kim Taehyung berjalan dua meter di belakang mereka, kali ini dia sibuk dengan ponselnya.

Taehyung baru menyadari keberadaan dua orang itu saat mereka sudah sampai di deretan rak sepatu, matanya menatap Kim Hani, bertanya-tanya apakah gadis itu membawa payung. Kalau boleh jujur bagian terkecil di hati Taehyung berharap dia bisa berbagi payung dengan Hani, memikirkan mengobrol di tengah hujan bersama gadis itu membuat Taehyung antusias. Namun dia tidak berani menghampiri Hani lalu menanyakannya, dia tahu kalau dia sudah terlambat saat gadis itu mengeluarkan payung dari tas nya lalu berjalan keluar, berbagi payungnya dengan Rahee.

Taehyung menghela nafasnya, mendadak seseorang mendorongnya dari belakang sampai membuatnya hampir terjungkal.

“TAEHYUNG AKU TIDAK MEMBAWA PAYUNG TOLONG BIARKAN AKU PULANG BERSAMAMU!”

Kepala Taehyung pening mendengar teriakan super-keras itu, satu-satunya orang yang bisa mendorongnya dan berteriak padanya seperti barusan hanyalah Park Jimin. Yah, sepertinya dia harus pulang bersama Jimin hari ini, setidaknya lebih baik daripada pulang sendirian.


Penghuni kelas satu-persatu keluar dari ruangan saat Yoongi membereskan kertas-kertas di mejanya dan memasukkannya ke dalam map, dia lalu menoleh ke belakang. “Kau hari ini OSIS ya?”

Kim Namjoon yang ditanyai hanya bisa mengangguk sambil tersenyum kecil, “Sebenarnya aku lebih suka pulang awal hari ini, tapi mau bagaimana lagi.”

“Kalau begitu aku duluan” Yoongi baru saja beranjak dari kursi sambil berpamitan pada Namjoon saat Jimin tiba-tiba saja menghampirinya dengan wajah berseri-seri.

“Apa maumu, Jimin?”

“Tidak ada~”

Semua orang tahu kalau ekspresi aneh Jimin punya arti tersembunyi dibaliknya, bahkan saat itu Namjoon sedang berusaha menahan tawa memikirkan kalau Yoongi akan terbebani oleh Jimin lagi entah untuk yang keberapa kalinya.

Benar saja, Jimin dengan setia berjalan beriringan dengan Yoongi sambil masih memasang ekspresi yang sama, dalam hati Yoongi menahan diri untuk tidak menjitak kepala temannya itu. Saat dia mengeluarkan kunci untuk membuka loker sepatu, Yoongi menyadari keberadaan Song Rahee yang berdiri di ambang pintu masuk.

Di mata Yoongi, gadis itu seperti sedang putus asa karena tidak membawa payung dan kebingungan harus pulang bagaimana, lagi-lagi Yoongi merasa harus menawarkan bantuan pada orang lain.

Hanya saja dia sedikit bingung, kalau dia membantu Rahee berarti mereka harus berbagi payung bukan? Memangnya rumah mereka searah? Apa Rahee tidak akan merasa sungkan? Apa gadis itu bahkan mengenal Yoongi? Tunggu coret pertanyaan terakhir, orang macam apa yang tidak mengenal teman sekelasnya sendiri. Yoongi terlalu sibuk berperang dengan pikirannya, saat tersadar tau-tau Kim Hani datang membuka payungnya lalu berjalan menembus hujan bersama Rahee.

Seseorang mencuri start lagi, pikirnya. Tunggu, apa?

Sekali lagi Yoongi tenggelam dalam pikirannya, kali ini dahinya mengerut karena dia mulai merasa tidak memahami dirinya sendiri. Tapi dia tahu kalau Jimin masih mengikutinya, lelaki itu sekarang juga masih berada di sampingnya. Tanpa pikir panjang Yoongi berkata, “Kalau kau ingin aku berbagi payung denganmu lebih baik kau mencari orang lain.”

Perkataan itu menyayat harapan Park Jimin, untungnya dia berhasil menemukan target baru, Kim Taehyung yang tanpa basa-basi langsung ditarget oleh Jimin. Oh ya, satu hal yang tidak diketahui Yoongi adalah sejak tadi Jimin sudah memperhatikannya, yang berarti Jimin juga tahu kalau Yoongi sempat berhenti di depan loker sepatunya begitu lama hanya untuk menatap seseorang dengan pandangan menerawang, setidaknya sih Jimin mengartikannya begitu.


***
To Be Continued



Konbanwa :3
Maaf kalau bagian Rahee nya kebanyakan, semua request kumasukin kujadiin satu beginilah jadinya/?
TAPI KAGET MENDADAK UPDATE SECEPET DAN SEPANJANG INI AKU SENDIRI JUGA KAGET KOK /caps  

Comments