Land of Mine, Kontradiksi Perang dan Moral (Review Indonesia)

Kamu lelah nonton film-film World War II yang anti-NAZI?

Well, this movie exists for that reason!


Land of Mine
(2015)
Historical Drama
Danish-German
Martin Pieter Zandvliet
Rolland Møller, Louis Hofmann, Joel Basman, +

Academy Award nominee for Best Foreign Language Film 2017

Tahun 1945 pasca Perang Dunia II, para tahanan perang Jerman dikirim ke pantai-pantai Denmark buat menyapu bersih ladang ranjau di sana. Dahulu, semasa perang berlangsung, tentara NAZI memang sengaja menanam ranjau di sepanjang pantai Denmark agar tentara Sekutu nggak bisa mendarat di sana melalui laut. Jadi kasarannya tuh kayak tahanan Jerman akhirnya disuruh membersihkan sisa-sisa kekacauan yang mereka buat. Tapi orang-orang mungkin masih menutup sebelah mata (atau bahkan nggak tau) kalau para tahanan perang itu mayoritas terdiri dari bocah-bocah remaja atau baru menginjak sedikit dari masa dewasa, bahkan yang terlibat perang itu sendiri masih bisa dihitung dengan jari.

Denmark itu bisa dibilang hampir semua wilayahnya dikelilingi laut (jelas aja pantainya banyak). Satu-satunya wilayah yang berbatasan dengan daratan negara lain ada di selatan, yakni Jerman. Sial banget, di bulan April tahun 1940 terjadi Operasi Weserübung, yang mana pasukan Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia dan mereka kalah telak. Sama kayak wilayah-wilayah negara lain yang diinvasi, Denmark jadi keuntungan lebih buat Jerman. Apalagi posisi Denmark penting berkaitan dengan Laut Baltik, jadi Jerman bisa mengontrol akses angkatan laut dan pengiriman barang dengan mudah. Nah, nggak lupa Jerman pasang ranjau di pantai-pantai Denmark buat jaga-jaga kalau pasukan Sekutu menyerang lewat laut.

Peta Denmark, menggambarkan rencana invasi Jerman
bingung, ya? gapapa, saya juga, kok //he.

Semua orang tau, Jerman kalah perang. NAZI kuat di awal-awal doang, pada dasarnya sih Hitler aja yang lama-lama jadi goblok (ini pure opini saya, sih). Pasca PDII, semua orang benci Jerman, NAZI, apalagi Hitler. Nggak terkecuali negara-negara yang sebelumnya sempat diduduki Jerman, termasuk Denmark. Pejabat, atasan, militer, dan warga sipil semua memandang orang Jerman dengan jijik sekaligus dendam, seolah semua orang Jerman itu menanggung dosa paling berat sedunia, seolah setiap orang Jerman adalah penyebab dari kemelaratan dan kekacauan hidup mereka. Padahal 'kan, nggak semuanya bersalah? Masa bayi baru lahir juga mau disalahin? Yakali cuy.


Para anak muda ini terpaksa membersihkan masalah yang mereka sendiri nggak ikut memulai. Mereka nggak bisa kabur, sersannya galak banget, tentara Sekutu kejam ke mereka, penduduk asli Denmark dendam sama mereka, dan tugas yang menanti terasa lebih dari mustahil. Awalnya mereka dikumpulin di kamp-kamp militer buat diajarin cara menjinakkan ranjau (karena faktanya mayoritas dari mereka nggak pernah kenal atau bahkan menyentuh ranjau sama sekali), sebelum akhirnya mereka dikelompokkan lalu dikirim ke pantai-pantai berbeda.

Saya nggak tau apa yang namanya detektor logam itu belum invented tahun 1945, atau menjinakkan ranjau memang nggak boleh pakai detektor logam, atau pihak Denmark cuma mau bertindak semena-mena? Yang jelas, anak-anak muda bernasib buruk ini disuruh menjinakkan ranjau pakai tangan kosong tanpa bantuan alat modern apa-apa. Mereka cuma berbekal semacam jutik/tongkat logam tipis, dan skill yang masih amatir banget. Caranya, mereka merayap di pasir pantai sambil nusukin pasir di sekitar, kalau ketemu bunyi atau tanda-tanda tongkatnya menyentuh permukaan logam lain, mereka bisa mulai menggali lalu keluarkan ranjaunya. Mayoritas ranjaunya berbentuk kayak UFO (gak), lempengan pipih lumayan tebel dan gede gitu. Kurang paham, sih, habis itu diapain, kayaknya bagian kecil yang jadi bahan peledak di dalem ranjau itu dikeluarkan, jadi lempengannya aman. Nggak lupa, pasirnya ditandain pakai bendera kecil.

kayak gini, nih.

Kehidupan sebagai tahanan perang itu bener-bener definisi miserable yang sejati. Seharusnya para bocah remaja ini menuntut ilmu di tanah air demi membangun Jerman yang lebih baik, bukannya disuruh melata di pasir dikelilingi ranjau buat menyapa ajal kapan saja. Mereka diberi tempat tinggal di gubuk kecil yang isinya cuma kasur-kasur bertingkat, nggak jauh dari sana ada rumah milik seorang ibu dan anak perempuannya, dan ada tempat tinggal sersan yang bagian ngejagain mereka. Baik si ibu-ibu maupun sersan ini sama-sama ngeliatin kebencian ke mereka, simply tahanan perang dari Jerman. Mereka nggak makan berhari-hari dan sersannya nggak peduli, ada yang ngaku sakit pun sersannya nggak percaya. Hingga suatu malam salah seorang mencuri makanan dari rumah si ibu-ibu, di situlah ceritanya mulai menanjak.

salah satu tokoh utama kita, Sebastian dan si Bapak Sersan

Jujur, saya bukan seorang pro yang udah nonton lusinan film soal World War II. Saya cuma remaja bau bawang yang kebetulan suka sejarah (dan Louis Hofmann), tapi saya bisa bilang kalau film ini is a masterpiece indeed. Land of Mine memotret bagian berbeda soal perang yang kebanyakan nggak pernah dipikirin oleh orang awam. I mean, pernah nggak, sih, kepikiran sebegitunya soal nasib orang-orang dari kedua belah pihak pasca sebuah perang? Saya, sih, nggak pernah. Selama ini sekolah cuma ngasih tau dampak-dampak perang secara luas, fakta tersembunyi soal tahanan perang justru nggak pernah disebut. Oke, kasihan memang penduduk sipil yang jadi korban, tapi bukannya para tentara yang terpaksa ikut perang dan jadi tahanan itu sebenernya juga penduduk sipil?

Saya rasa, di film ini seolah nggak ada pihak yang bener-bener menang, karena yang mereka lakukan pada orang-orang nggak bersalah itu sama-sama kotornya. Land of Mine murni soal kemanusiaan, empati, moral, dan pertanyaan apakah kita udah berperikemanusiaan atau kita nggak ada bedanya sama pelaku kejahatan perang puluhan tahun lalu?

Sinematografi, musik, dan lain-lain di mata saya udah sempurna. Akting para aktornya juga melebihi ekspektasi, dan sebagai fans Louis Hofmann saya bener-bener puas sama dia di sini! Scene favorit saya mungkin pas Sebastian ngobrol sama Sersan (yang muncul di trailer tuh saya ikut kaget woi), dan pas mereka pertama kali dapet makanan lalu Sebastian bagian masak dan ngebagiin makanannya tapi dia sengaja biar dapet sisa-sisa terakhir doang HUHU SINI KUADOPSI AJA KAMU NAK!1!1!1!!!

After all, film ini recommended banget terlepas dari apakah kamu suka sejarah atau nggak, karena yang bisa kita pelajari dari sini bukan cuma soal sejarah dan PDII. Kita bisa belajar jauh lebih banyak, dan bisa menghabiskan tisu yang tak kalah banyak, hehe.

Oh, beware sama scene violence-nya, ya!

Land of Mine (2015), 9/10

Comments